Nasional

Inovasi Komunitas Muslim Lokal Menjawab Krisis Iklim Global

Rabu, 12 Februari 2025 | 08:00 WIB

Inovasi Komunitas Muslim Lokal Menjawab Krisis Iklim Global

Peluncuran hasil riset PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bertajuk “Inovasi Lingkungan Muslim Indonesia: Bagaimana Komunitas Lokal Berdaya?” di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta pada Selasa (11/2/2025). (Foto: dokumentasi PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Jakarta, NU Online

Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin mendesak, komunitas Muslim lokal di Indonesia menunjukkan peran signifikan dalam pelestarian lingkungan melalui inovasi berbasis nilai keagamaan dan kemandirian lokal. Sebagian di antara mereka dinilai berhasil dalam melakukan upayanya dalam menjaga kelestarian alam. Hal tersebut berkat partisipasi aktif warga dalam program lingkungan, seperti pengelolaan sampah organik, konservasi air, dan penghijauan berbasis masjid.


Demikian temuan utama riset yang dilakukan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bertajuk “Inovasi Lingkungan Muslim Indonesia: Bagaimana Komunitas Lokal Berdaya?”. Hasil riset ini disampaikan di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta pada Selasa (11/2/2025).


“Komunitas Muslim lokal mengembangkan inovasi sederhana namun berdampak, seperti mengubah sampah menjadi pupuk kompos, memanfaatkan wakaf untuk penghijauan, hingga mengelola ekowisata berbasis nilai agama. Praktik ini menunjukkan bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari ibadah,” kata Testriono, Koordinator Riset PPIM UIN Jakarta.


Hal tersebut didorong oleh keterlibatan institusi agama (tokoh agama, organisasi keislaman) yang memberikan legitimasi moral dan spiritual terhadap aksi lingkungan. Peran inisiator lokal (aktivis, pemuda, perempuan) juga membawa perubahan sosial melalui pendekatan bottom-up.


Riset ini mendefinisikan Green Islam sebagai pendekatan yang menghubungkan nilai-nilai keislaman dengan praktik keberlanjutan. Didin Syafruddin, Direktur PPIM UIN Jakarta, menegaskan bahwa Islam mengajarkan keseimbangan alam. "Ketika pesan lingkungan disampaikan melalui mimbar masjid atau fatwa ulama, umat lebih terdorong untuk bertindak,” katanya.


Temuan ini membantah anggapan bahwa Green Islam hanya eksklusif bagi kalangan terdidik atau perkotaan. Di tingkat desa, komunitas Muslim justru mengintegrasikan nilai agama dengan aksi langsung, seperti gerakan konservasi hutan dan sungai yang dipimpin tokoh agama setempat.


Riset juga mengungkap tren ecopreneurs (kewirausahaan hijau) yang digerakkan anak muda. Inisiatif seperti pengolahan sampah menjadi produk bernilai ekonomi atau ekowisata berbasis komunitas menunjukkan bahwa isu lingkungan dan ekonomi dapat diatasi secara bersamaan. Namun, Prof Suharko, Guru Besar Sosiologi UGM, mengingatkan bahwa gerakan berbasis komunitas memiliki keterbatasan skala. "Perlu replikasi inovasi ini secara lebih sistematis, didukung kebijakan yang memadai,” ujarnya.


Suharko juga menyampaikan bahwa gerakan lingkungan kini bergeser ke pendekatan konservasionis, seperti perlindungan hutan. Namun, kecepatan kerusakan lingkungan tidak sebanding dengan upaya penyelamatan. "Perlu pendekatan holistik,” katanya.


Sementara itu, Founder Think Policy Indonesia Andhyta Firselly Utami (Afutami) menyebut temuan PPIM penting sebagai dasar kebijakan nasional. Menurutnya, inovasi lokal memiliki daya tahan tinggi karena tidak bergantung pada dinamika politik. "Tiga faktor utama (partisipasi warga, institusi agama, inisiator lokal) harus jadi prioritas,” ucapnya.


Melengkapi hal tersebut, Direktur GreenFaith Indonesia Hening Parlan menegaskan bahwa nilai agama adalah kekuatan besar untuk menggerakkan kesadaran lingkungan. "Kolaborasi antar-kelompok agama perlu diperkuat,” katanya.


Riset PPIM ini merekomendasikan untuk penguatan kapasitas inisiator lokal melalui pelatihan inovasi lingkungan, melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Agama. Mereka juga perlu terlibat dalam festival inovasi lingkungan oleh KLHK untuk mempromosikan praktik terbaik komunitas Muslim ke wilayah lain. Hal lain yang perlu dilakukan dalam mendukung ikhtiar mereka adalah optimalisasi zakat dan wakaf untuk pendanaan proyek lingkungan berkelanjutan, bekerja sama dengan Direktorat Zakat dan Wakaf Kemenag.


Sebagai informasi, penelitian ini merupakan bagian dari proyek REACT (Religious Environmentalism Actions) yang bertujuan mengidentifikasi dan mendorong praktik lingkungan berbasis agama, khususnya Islam. Studi dilakukan di tujuh provinsi dengan melibatkan 16 komunitas Muslim di tingkat desa dan 103 informan (67 laki-laki, 36 perempuan). Melalui metode wawancara mendalam, observasi lapangan, dan studi dokumen, riset ini menemukan bahwa partisipasi warga, institusi agama, dan inisiator lokal menjadi kunci utama keberhasilan inovasi lingkungan.