IPPNU Harap Prabowo-Gibran Perhatikan Akses Pendidikan Santri dan Pelajar di Daerah Terpencil
Sabtu, 12 Oktober 2024 | 08:00 WIB
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Whasfi Velasufah mengajak pemerintahan baru Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk lebih memperhatikan sektor pendidikan.
Dalam pernyataannya, ia menyoroti bahwa di Indonesia terdapat sekitar 53 juta murid yang tersebar di seluruh daerah, menunjukkan betapa pentingnya akses pendidikan yang merata.
“Harapan kami adalah agar pelantikan Prabowo dan Gibran dapat mengakomodir kepentingan pendidikan. Akses pendidikan yang lebih baik sangat diperlukan, terutama bagi kader-kader di daerah yang kesulitan melanjutkan studi S1 dan S2. Kami berharap akses beasiswa juga diperluas,” ujar Whasfi, Jumat.
Washfi menambahkan, IPPNU juga mendorong peningkatan jumlah beasiswa untuk santri dan pelajar di daerah terpencil.
“Pendidikan tidak boleh hanya terfokus di kota-kota besar. Akses pendidikan di pelosok-pelosok harus diperbanyak agar semua anak bangsa memiliki kesempatan yang sama,” tegasnya.
Lebih lanjut, Washfi juga menekankan pentingnya sosialisasi dan pemahaman yang baik terhadap kebijakan pendidikan. Kebijakan yang ada harus dibuat lebih mudah dipahami, terutama bagi anak-anak di daerah terpencil.
" Kami berharap pemerintah dapat menyusun kebijakan yang sederhana namun efektif, sehingga tidak ada yang tertinggal dalam mendapatkan pendidikan yang layak,” ungkapnya.
Menurut data BPS tahun lalu, angka putus sekolah di Indonesia menunjukkan bahwa 0,13% siswa SD, 1,06% siswa SMP, dan 1,38% siswa SMA terpaksa menghentikan pendidikan mereka. Di sisi lain, jumlah murid di Indonesia pada semester ganjil tahun ajaran 2023/2024 mencapai 53,14 juta orang.
Dari temuan BPS itu juga terdapat beberapa faktor yang menyebabkan anak putus sekolah antara lain masalah keuangan, di mana banyak keluarga tidak mampu membayar biaya sekolah, serta pilihan anak-anak untuk bekerja demi membantu perekonomian keluarga. Selain itu, anak laki-laki cenderung lebih mudah terjun ke dunia kerja dibandingkan dengan perempuan.
BPS juga merilis dampak dari putus sekolah sangat signifikan, di antaranya adalah bertambahnya jumlah pengangguran serta meningkatnya kemungkinan kenakalan anak dan tindak kejahatan dalam kehidupan sosial masyarakat.