Isra’ Mi’raj, Buya Arrazy Hasyim Ingatkan Kemajuan Negeri Harus Dibangun dengan Cinta
Selasa, 1 Maret 2022 | 09:30 WIB
Pengasuh Ribath Nouraniyah, Buya Arrazy Hasyim saat Isra' Mi'raj Nabi Muhammad Saw Tingkat Kenegaraan Tahun 1443H/2022M, Senin (28/2/2022) malam. (Foto: Humas Kemenag)
Jakarta, NU Online
Kemajuan suatu negeri harus dibangun dengan penuh rasa cinta.
Demikian poin penting yang disampaikan Pendiri dan Pengasuh Ribath Nouraniyah, Buya Arrazy Hasyim saat hadir sebagai penceramah pada gelaran Isra' Mi'raj Nabi Muhammad Saw Tingkat Kenegaraan Tahun 1443H/2022M, Senin (28/2/2022) malam.
Ia mengungkapkan, jika hendak memajukan Indonesia, masyarakat harus memulainya dengan membersihkan hati dari semua kebencian. "Mulai malam ini tidurlah dalam cinta Allah agar senantiasa kita hidup damai dalam keberagaman dan perbedaan," ujarnya pada acara yang digelar secara daring dan luring dari Auditorium HM Rasjidi Kantor Kemenag Jalan MH Thamrin Jakarta Pusat.
Dijelaskan, Allah sering menyindir manusia dengan dua sifat mulia melalui lafaz basmalah. Allah mengulang-ulang sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim agar manusia bisa mengambil pelajaran dari dua sifat itu. Bahkan dalam riwayat Imam At-Tirmizi disebutkan, "Sesungguhnya Allah memiliki 117 akhlak atau adab, ambillah satu saja, maka engkau akan masuk surga”.
Isra’ Mi’raj dan kisah kesombongan Azazil
Pada kesempatan peringatan Isra’ Mi’raj ia mengajak umat Islam mengingat sejarah untuk dijadikan teladan dan contoh akhlak yang baik.
Ia menceritakan, sebelum terciptanya Nabi Adam, ada satu kelompok api yang disebut Banul Jan (penghuni kedua sebelum bangsa manusia lahir ke bumi). Buya Arrazy menjelaskan, dalam kitab Al-Bidayah kelompok ini disebut perusak muka bumi, kemudian kiamat pertama terjadi dengan turunnya meteor hingga menghabisi bangsa api.
"Di saat yang sama Allah memrintahkan kepada Malaikat Jibril As untuk mengambil salah satu putra dari Banul Jan. Allah menyuruh Jibril untuk mendidiknya dan mengajaknya Mi’raj ke langit-Ku. Kemudian putra yang bernama Azazil itu menjadi hamba yang ahli zikir," ia mengisahkan.
Dijelaskan Buya, Azazil bukan malaikat tapi sederajat dengan para malaikat. Azazil berlatih kerohanian selama 18 ribu tahun. Namun, dalam perjalanannya ia diuji oleh Allah untuk bersujud kepada makhluk yang diciptakan-Nya dari tanah yakni Nabi Adam.
"Azazil yang ahli zikir, bertakbir, dan bertahmid protes kepada Allah. Apakah aku pantas bersujud kepada makhluk yang Engkau ciptakan dari tanah sedangkan aku tercipta dari api?. Dari situ Azazil mulai rasis, mulai mempermasalahkan suku. Saya suku api saya lebih mulia dari suku tanah," paparnya.
Dari kisah tersebut, Buya Arrazy mengingatkan kepada semua masyarakat agar berhati-hati dalam beragama. "Terkadang orang yang sudah saleh, ahli kitab, dan ahli zikir seperti kisah Azazil yang berganti namanya menjadi Iblis karena kesombongannya. Singkat cerita, Iblis diusir dan dijauhkan dari surga karena kesombongan dan mengingkari perintah Allah," imbuhnya.
Menurutnya, mungkin hal ini juga menjadi ujian umat Islam di Indonesia yang mayoritas Muslim dengan tingkat kesalehan yang tinggi, tapi jangan sampai kesombongan merusak negeri ini ketika diuji seperti kisah Azazil.
Pada acara yang mengusung tema Teguhkan Semangat Beragama dan Berbangsa itu Buya Arrazy mengajak masyarakat untuk menjadikan kisah Azazil sebagai pelajaran agar menjauhkan diri dari sifat sombong.
"Karenanya, marilah kita berdoa semoga ulama, umara, pejabat, dan rakyatnya dibersihkan hatinya dari kebencian dan kesombongan, agar negara ini semakin maju dan berdiri tegak karena cinta yang tertanam dalam hati bangsanya," pungkasnya.
Kontributor: Anty Husnawati
Editor: Kendi Setiawan