Jadi Isu Strategis di Pemilu 2024, Bawaslu Jelaskan Beda Politik Identitas dan Politisasi Identitas
Rabu, 22 November 2023 | 18:15 WIB
Bawaslu menjelaskan perbedaan antara politik identitas dan politisasi identitas yang bakal menjadi isu strategis dalam Pemilu 2024. (Foto: istimewa)
Jakarta, NU Online
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyebut politik identitas dan politisasi identitas menjadi salah satu isu strategis pada Pemilihan Umum (Pemilu 2024). Hal tersebut diungkapkan Anggota Bawaslu Totok Hariyono dalam diskusi yang diadakan oleh Dewan Ketahanan Nasional (DKN), Rabu (22/11/2023).
"Isu strategis dari pemilu ke pemilu terus seperti itu. Hanya kualifikasinya saja yang berubah," ujarnya dilansir dari situs resmi Bawaslu RI.
Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud politik identitas dan politisasi identitas sampai saat ini belum jelas formulasinya. Totok menerangkan definisi politik identitas berdasarkan hasil kajian banyak pakar adalah politik yang mengacu pada kejatidirian, kepribadian, keyakinan, dan atau kebudayaan tertentu.
"Definisi politik identitas berdasarkan hasil rekomendasi dan tindak lanjut pada Focus Group Discussion (FGD) Pencegahan Politisasi SARA yang digelar Bawaslu bersama organisasi lintas iman 24-26 Maret 2023 lalu. Politik identitas hasil formulasi kesepakatan forum lintas iman adalah politik yang mengacu pada kejatidirian, kepribadian, keyakinan, dan atau kebudayaan tertentu," terangnya.
Sementara politisasi identitas merupakan upaya memanfaatkan politik identitas untuk kepentingan politik tertentu yang berpotensi menghina, menghasut, dan memecah-belah anak bangsa.
"Nah, politik identitas itu yang tidak boleh. Kalau identitas itu given (pemberian) dari Tuhan. Kita tidak bisa meminta lahir di mana, suku apa, dan lain-lain. Hanya saja, mempolitisasi identitas demi kepentingan tertentu, itu tidak boleh," tegasnya.
Meski begitu, pria asal Malang, Jawa Timur itu mengungkapkan bahwa definisi politik identitas dan politisasi identitas tersebut bukanlah definisi resmi, melainkan definisi internal Bawaslu berdasarkan kesepakatan dengan organisasi lintas iman.
Kampanye yang dilarang
Sebagai informasi, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dalam Pasal 280 ayat 1 telah menyebutkan beberapa kegiatan kampanye Pemilu yang dilarang. Larangan ini berlaku bagi pelaksana, peserta, dan tim kampanye.
Pasal 280
Pelaksana, peserta, dan tim kampanye Pemilu dilarang:
a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
d. menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
e. mengganggu ketertiban umum;
f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu;
h. menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
i. membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan;
j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye Pemilu.