Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menegaskan bahwa kaderisasi tidak bertujuan untuk merasa lebih NU. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Sistem kaderisasi baru di Nahdlatul Ulama (NU) telah secara resmi diluncurkan oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, pada Jumat (3/6/2022). Kaderisasi yang dibuat secara berjenjang itu akan mulai dilaksanakan di dua titik yakni Kabupaten Tulang Bawang, Lampung, dan Situbondo, Jawa Timur.
Pada kesempatan peluncuran sistem kaderisasi baru NU itu, Gus Yahya mengingatkan kepada seluruh pengurus di semua tingkatan bahwa pendidikan kaderisasi tidak bertujuan untuk membuat orang-orang yang mengikuti pelatihan merasa lebih NU dari yang lain.
“Jangan sampai orang yang ikut pelatihan merasa lebih NU dari yang lain dan berhak menyalahkan orang lain. Pelatihan ini untuk memberikan kapasitas yang cukup kepada para peserta untuk melaksanakan tugas-tugas perkhidmahan di organisasi. Kalau Ke-NU-an tidak bisa dibandingkan,” tegas Gus Yahya, di lantai 3 Kantor PBNU Jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat, diikuti oleh seluruh pengurus cabang dan wilayah NU se-Indonesia, dan cabang istimewa di seluruh dunia secara daring.
Ia berharap, prinsip kaderisasi baru di lingkungan NU yang seperti itu mesti dipahami oleh semua pengurus yang akan mengikuti kaderisasi sesuai tingkatannya. Sebab pengaderan yang dibuat oleh PBNU saat ini merupakan kebutuhan organisasi, bukan untuk ber-NU dalam pengertian yang lebih luas.
Kaderisasi NU saat ini dirancang dalam format berjenjang. Dimulai dari Pendidikan Dasar Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PD-PKPNU), kemudian Pendidikan Menengah Kepemimpinan Nahdlatul Ulama (P-MKNU), hingga Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN-NU).
Gus Yahya menjelaskan peruntukan masing-masing jenjang kaderisasi itu bagi tingkatan kepengurusan perkumpulan NU. PD-PKPNU akan menjadi syarat sebagai kualifikasi bagi orang yang ingin menjadi pengurus NU di tingkat majelis wakil cabang (MWC).
Sementara P-MKNU diperuntukkan bagi warga NU yang hendak menjadi pengurus di level pengurus cabang (PC). Lalu di tingkat pengurus wilayah (PW) dan PB, mereka harus lulus dari AKN-NU.
“PW dan PB itu levelnya sama, karena mereka yang duduk di PB pada umumnya diambil dari kader-kader di tingkat PW,” jelas Gus Yahya.
Kemudian bagi warga dan pengurus NU yang telah mengikuti kaderisasi pada sistem pengaderan yang lama, yakni MKNU dan PKPNU akan dianggap telah mengikuti pendidikan dasar. Karena itu, mereka tak perlu mengulang kaderisasi dengan mengikuti PD-PKPNU.
“Tetapi bisa mendaftar untuk ikut P-MKNU untuk kualifakiasi menjadi PCNU. Setelah ini kita akan wajibkan PCNU di seluruh Indonesia untuk ikut P-MKNU. Mereka yang belum pernah ikut MKNU dan PKPNU tetapi sudah terlanjur jadi pengurus di PCNU, akan kita anggap sudah ikut PD-PKPNU. Jadi harus ikut P-MKNU,” katanya.
Begitu pula bagi pengurus di tingkat wilayah dan pengurus besar. Mereka yang sebelumnya tidak pernah ikut MKNU atau PKPNU akan dianggap sudah masuk kualifikasi melewati level P-MKNU, sehingga wajib ikut AKN-NU.
“Ini semua perlu kita lakukan dan kita berikan, supaya kapasitasnya mampu mengejar tuntutan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Karena ke depan tugas-tugas kita semakin berat dan tantangannya semakin besar,” ujarnya.
“Saya siap menerima risiko, nanti akan agak jarang orang yang berani untuk menjadi pengurus NU. Karena memang pekerjaannya berat, kalau tidak betul-betul ada ghirah atau semangat yang betul-betul kokoh akan terasa terlalu berat untuk ditanggungkan kepada pengurus NU,” pungkas Gus Yahya.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syakir NF