Nasional

Kain Sarung Naik Level, Wamenag: Dulu Dianggap Kampungan, Kini Dipakai Pemimpin Negara

Sabtu, 21 Oktober 2023 | 20:00 WIB

Kain Sarung Naik Level, Wamenag: Dulu Dianggap Kampungan, Kini Dipakai Pemimpin Negara

Wakil Menteri Agama H Saiful Rahmat Dasuki saat memberikan sambutan pada acara Sarung Santri Nusantara di Gedung Grahadi Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (21/10/2023). (Foto: NU Online/Syarif)

Surabaya, NU Online

 

Wakil Menteri Agama (Wamenag) H Saiful Rahmat Dasuki mengungkapkan bahwa sarung merupakan bagian yang tidak lepas dari ciri bangsa Indonesia. Saat ini, kain sarung mengalami kenaikan level. 

 

Dulu, para santri atau orang yang memakai sarung kerap dianggap sebagai orang yang terbelakang. Namun kini, sarung justru diminati dan dipakai oleh para pemimpin negara di dalam acara kenegaraan. 

 

Hal tersebut diungkapkan Wamenag Saiful saat menghadiri acara Sarung Santri Nusantara di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu (21/10/2023). Acara ini merupakan rangkaian dari peringatan Hari Santri yang jatuh pada 22 Oktober 2023.

 

"Santri dulu dianggap sebagai kaum sarungan, dan kaum sarungan dianggap kelompok kolot, terbelakang, dan tradisional," kata Saiful. 

 

Namun, katanya, saat ini banyak pejabat yang sudah memakai sarung. Bahkan, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin mengenakan sarung dalam setiap acara kenegaraan. 

 

"Dulu yang memakai sarung dianggap tradisional dan terbelakang, tapi sekarang sarung tak bisa dilepaskan dari pejabat. Bahkan Presiden dan Wakil Presiden memakai sarung dalam kegiatan tertentu," katanya. 

 

"Kaum sarungan dulu dianggap kampungan, dulu dianggap sebagai orang ketinggalan zaman tapi hari ini anggapan itu menjadi hilang dan sirna," sambung Saiful.

 

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa sarung mengalami transformasi dari masa ke masa, dari zaman Hindu-Buddha hingga saat ini, keberadaan santri masih banyak diminati. Hal itu menandakan bahwa santri adaptif terhadap perkembangan keagamaan. 

 

Selain itu, Saiful menegaskan bahwa sarung adalah lambang persatuan. Sebab sarung ditenun oleh pengrajin dengan benang, helai demi helai. Menurut Saiful, proses membuat sarung itu merupakan wujud dari persatuan. 

 

"Sarung kemudian menjadi kuat karena diikat dengan tenunan. Begitu juga bangsa kita yang beragam menjadi ikatan tenun yang akan terus memperkuat kita dalam berbangsa dan bernegara," katanya. 

 

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, sarung adalah bukti dari kesinambungan sejarah dan ketersambungan peradaban yang sangat luas. 

 

"Kalau di Indonesia mayoritas Muslim ini santri dan kiai bersarung, maka mari kita lihat bahwa masyarakat India yang Hindu juga bersarung. Myanmar yang Buddha, orangnya bersarung. Ini berarti sarung merupakan penyambung dari masyarakat heterogen di dalam satu kawasan yang luas," kata Gus Yahya. 

 

Ia menyadarkan para santri bahwa sarung sudah dipakai di Nusantara, bahkan sejak Islam belum dikenal oleh masyarakat. Kini, meski masyarakat Nusantara telah menjadi mayoritas Muslim, tetapi sarung tetap menjadi bagian dari tradisi budayanya. 

 

Sebagai informasi, acara Sarung Santri Nusantara juga dihadiri oleh Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, Sekretaris Jenderal PBNU H Saifullah Yusuf, dan Wakil Ketua Umum PBNU H Amin Said Husni.