Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Esam A. Abid Althagafi bertamu ke Gedung PBNU di bulan Juli (Foto: NU Onine)
Sebagaimana diketahui, Osamah Muhammad Al-Suaibi menulis bahwa pembakar bendera HTI (insiden Banser di Garut) merupakan organisasi sesat (munharifah). NU pun bereaksi dengan membantahnya. Duta Besar tersebut pun menghapus twittnya, kemudian dipindahtugaskan. Untuk sementara diemban Yahya al-Qahthani.
Saat kedua belah pihak bertemu di PBNU, suasana lebih cair. Dan saat itu PBNU menyatakan bahwa kasus twit Osamah Muhammad al-Suaibi telah selesai.
Februari, Dubes Pakistan
“Radikalisme dan terorisme itu merusak nama baik Islam,” kata Kiai Said. Kiai Said pun membagi dua sumber radikalisme yang berkembang akhir-akhir ini. Pertama, sumber radikalisme akidah yang berasal dari aliran tertentu. Kedua, sumber radikalisme politik.
Sementara Dubes Pakistan Abdul Salik Khan mengungkapkan bahwa radikalisme dan terorisme merupakan hal berbahaya dan bukan ajaran Islam. Islam, menurutnya, agama yang toleran sebagaimana yang diajarkan sendiri oleh Nabi Muhammad SAW.
“Inilah pesan toleransi yang harus kita tekankan di dunia Islam maupun secara luas,” ucapnya. Sehingga, sambungnya, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas radikalisme dan terorisme merupakan orang-orang yang salah dalam memahami ajaran Islam.
Maret, Dubes India
Di antara hal menarik yang diperbincangkan adalah kemungkinan adanya rencana kerja sama antara PBNU dan India dalam beberapa hal, di antaranya adalah pameran sejarah Islam di India.
“Jika memungkinkan kami ingin mengadakan kerja sama pameran foto antara NU dan India baik di Jakarta maupun di luar jakarta,” katanya. Kerja sama lain yang ditawarkan adalah kerja sama bidang pendidikan.
Pradeep Kuma Rawat menawarkan fasilitas beasiswa bagi warga NU yang berkenan melanjutkan pendidikan tinggi tingkat Master dan Phd di perguruan tinggi di India. “Kami memiliki sejumlah perguruan tinggi yang bagus. Kami akan sangat senang jika ada anggota NU yang mau melanjutkan studi di India,” katanya.
Juli, Dubes Arab Saudi
Di antara obrolan mereka adalah tentang fenomena kekerasan atas nama agama Islam terutama yang dilakukan ISIS, serta paham yang membidahkan kebiasaan umat Islam yang baik yang telah tumbuh berkembang di seperti peringatan Maulid Nabi, Isra Mi’raj dan lain-lain. Selain itu kedua belah pihak juga menjajaki kerja sama dalam berbagai bidang seperti dalam pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya.
“Hari ini, PBNU kedatangan tamu mulia. Beliau adalah diplomat ulung, diplomat senior yang langsung mendapat amanah dari Raja Salman Abdul Aziz agar memperkuat, meningkatkan hubungan Indonesia Saudi terkait kerja sama haji dan umrah, hubungan dagang, budaya, sosial. Mudah-mudahan Indonesia mendapat berkah dan kami sangat bangga gembira karena dubes Arab Saudi yang baru ini yang sangat terbuka, intelek, dan berpandangan sama dengan NU yaitu sama-sama berpandangan Islam washatiyah (moderat), itu akan jadi titik keberangkatan kita,” kata Kiai Said kepada awak media selepas pertemuan tersebut.
Agustus, Dubes Irak dan Korea Selatan
“Saya bangga pernah bertugas menjadi seorang duta besar di negara seperti Indonesia, sebuah negara Muslim terbesar di dunia,” katanya pada pertemuan yang berlangsung 45 menit tersebut.
Dalam obrolan dengan menggunakan bahasa Arab itu, Kiai Said menyebutkan sahabt Nabi dan ulama-ulama Irak yang dikagumi kalangan pesantren dan warga NU, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Syekh Abdul Qadir Jailani, Syekh Junaid Al-Bagdhdadi dan Abu Hanifah.
“Syekh Abdul Qadi Jailani selalu disebut-sebut oleh warga NU dalam manaqibanya, dalam tawasulnya,” ungkap pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqofah Ciganjur tersebut.
Warga NU, lanjut Kiai Said, banyak yang mengagumi Syekh Abdul Qadir Jailani. Di Indonesia ada tarekat Qadiriyah. Kemudian, ada ulama asal Indonesia yang menggabungkan tarekat Qadiriyah dengan Naqsyabandiyah menjadi Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN), yaitu Syekh Khotib Sambas. Melalui tarekat ini pula, Syekah Abdul Qadir banyak dicintai.
Masih di bulan ini, Duta Besar Korea Selatan Kim Chang-beom bertamu ke Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (16/8). Ia diterima Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj. Pada kesempatan itu, Kiai Said menjelaskan pandangan NU tentang hubungan antara negara dan agama. Menurutnya, hubungan keduanya saling menguatkan.
"NU mengerti, tidak mempermasalahkan hubungan antara negara dan agama," katanya seraya menambahkan, pandangan NU berdasarkan pada jargon yang dicetuskan oleh Hadratussyekh KH Hasyim Asyari sebelum Indonesia merdeka, yaitu Hubbul Wathon Minal Iman (mencintai negara bagian dari iman).
Dalam perkembangannya, peran NU menjaga Indonesia tetap terdepan. NU menerima Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia. Selain itu, NU menolak agama dijadikan alat politik. "Jadi, tidak boleh agama dijadikan alat politik," jelas alumnus Universitas Ummul Qura, Arab Saudi itu.
Kepada Kim, kiai yang aktif mengkampanyekan perdamaian tersebut juga tak ketinggalan mendoakan Korea Selatan agar kembali menjalin hubungan baik dengan Korea Utara. "Saya memohon kepada Allah, Tuhan agar Korea rukun," jelasnya.
Setelah mendengar penjelasan Kiai Said, Dubes Korea Selatan Kim Chang-beom mengaku terkesan atas peran NU. Ia tidak menafikan bahwa NU berperan atas keharmonisan yang terjadi di Indonesia. "Saya berterima kasih atas peran NU. Apresiasi adanya inklusifitas di Indonesia," ucapnya.
Oktober, Dubes Amerika Serikat
Dalam pertemuan tersebut, ia mengungkapkan bahwa NU merupakan contoh Islam moderat tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia.
“Saya selalu menghormati NU karena merupakan contoh Islam moderat dan Islam yang toleran. Tidak hanya contoh di Indonesia, tetapi juga contoh di dunia,” katanya kepada awak media saat konferensi pers usai melakukan pertemuan.
Pertemuan keduanya membahas berbagai isu perdamaian internasional mengingat banyaknya peristiwa konflik yang terjadi di berbagai negara di dunia, seperti di Afghanistan, Palestina, dan Xinjiang.
“Kita membahas permasalahan internasional seperti juga Afghanistan, Palestina, Xinjiang,” katanya. Terkait Xinjiang, salah satu provinsi di China, Donovan mengundang Kiai Said untuk datang dan menyaksikan langsung kondisi yang terjadi di tempat tersebut.
“Saya juga mengundang Ketua PBNU untuk melihat lebih jauh lagi situasi yang terjadi di Xinjiang,” ujarnya.
November, Dubes Tunisia
Dalam kesempatan tersebut, Kiai Said menyampaikan bahwa Indonesia memiliki keunikan tersendiri dibanding negara-negara lainnya. Pasalnya, Negeri Zamrud Khatulistiwa ini memiliki satu sistem struktur sosial dengan adanya organisasi-organisasi masyarakat, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Nahdlatul Wathan, dan sebagainya.
Desember, Dubes China
Terkait hal itu, Kiai Said mengaku siap apabila NU digandeng sebagai mediator persoalan pemerintah China dan Muslim Uighur. Kiai Said menyebut, NU memiliki jejak rekam menjadi ‘juru damai’ antara dua kelompok yang ‘berkonflik.’ Mulai dari konflik Pattani-pemerintah Thailand, Sunni-Syiah di Irak, hingga Taliban-pemerintah Afghanistan. Meski yang terakhir masih terus diupayakan hingga hari ini.
Menurut Kiai Said, persoalan Muslim Uighur di Xinjiang menjadi persoalan domestik jika berkaitan dengan separatisme dan bersifat politik. Siapapun tidak bisa ikut campur. Namun jika itu berkaitan dengan agama Islam atau Muslim Uighur itu sendiri, maka itu menjadi persoalan semua umat Islam di seluruh dunia. Kiai Said menegaskan, NU akan ikut dan terus bersuara jika persoalan Muslim Uighur-China adalah persoalan agama.
Sementara itu, Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian menuturkan, semua masyarakat China dari berbagai suku –termasuk Uighur- memiliki kebebasan dalam beragama.
Penulis: Abdullah Alawi