Indramayu, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj hadir memberikan ceramah agama pada acara Haul ke VIII Ki Newes dan Nyi Newes (leluhur warga Desa Kedungwungu, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat). Meskipun selepas Isya hujan mengguyur lokasi acara, tidak menyurutkan niat masyarakat Kedungwungu dan sekitarnya untuk mendengarkan tausiyah Kang Said baru-baru ini.
Bertempat di halaman Masjid Jami Kedungwungu, selama hampir satu setengah jam Kang Said memberikan berbagai pengetahuan, baik agama maupun umum.
"Ulama ahlussunnah wal jamaah sejak dahulu hingga sekarang berjasa besar pada kita. Karena tanpa mereka, bisa saja umat Islam menjadi radikal, atau bisa pula malah sekuler," ungkapnya mengawali ceramahnya yang malam itu mengenakan batik. Ia lantas membeberkan siapa saja diantara ulama itu. Mulai dari Imam Syafii yang telah berjasa besar dalam hal syariat, Imam Asy'ari dalam hal akidah, Imam Ghozali dalam hal tasawwuf, dan KH Hasyim Asyari, karena kakeknya Gus Dur ini telah berhasil mensinergikan antara Islam dengan kebangsaan.
"Islam saja tanpa nasionalisme, belum bisa mempersatukan umat. Nasionalisme saja tanpa Islam, akan jadi nasionalisme yang kering. Makanya Mbah Hasyim punya gagasan, ukhuwwah islamiyyah harus paralel dengan ukhuwwah wathoniyyah," terang Kang Said.
Lebih lanjut beliau menjelaskan dengan perinci kenapa gagasan Mbah Hasyim itu merupakan jasa besar, sampai dengan menceritakan konflik yang terjadi di Timur Tengah akibat tidak adanya nasionalisme yang tertanam pada jiwa generasi penerusnya.
"Oleh karena itu, negara aman dulu, baru bicara agama. Kedungwungu aman dulu, negara aman dulu, baru bangun pesantren, pengajian," ungkapnya.
"Maka dengan semangat itu (nasionalisme), mari kita bela NKRI, kita bela kedaulatan hukum, ekonomi, politik kita. Mari kita jaga kekayaan alam kita, kekayaan laut, hutan, tidak boleh dijarah sejengkal pun oleh orang luar negeri. Boleh investasi dari mana saja, ambil minyak, ambil gas, batu bara, asal jelas deviden, pembagiannya," tambahnya yang langsung disambut tepuk tangan meriah dari para jamaah.
Tepuk tangan meriah jamaah saat Kang Said menyinggung soal pertambangan menjadi maklum. Pasalnya di desa Kedungwungu tersebut, saat ini kaum Nahdliyyin setempat sedang berjuang menjaga kelestarian alamnya. Mereka sedang menuntut Pertamina segera menutup kolam limbah yang telah mencemari sumur-sumur warga. Dan selain limbah, ternyata meskipun Pertamina telah beroperasi lebih dari 40 tahun di desa tersebut, warga tidak pernah merasa adanya timbal-balik yang positif dari keberadaan Pertamina. Hal ini terbukti dengan masih kurangnya infrastruktur di desa tersebut, jangankan irigasi, jalan saja masih berlubang di sana-sini. Masyarakat tidak pernah tahu desa ini mendapatkan kompensasi apa dari Pertamina.
Meski malam itu gerimis terus menetes mengiringi ceramah Kang Said, suasana terasa hangat. Apalagi, semakin malam materi yang beliau sampaikan semakin menarik.
"Tidak ada nilai baiknya aktivitas kita (komunitas, perkumpulan, partai politik, bahkan negara) di mata Allah, kalau tidak punya tiga agenda: menghilangkan kemiskinan, memperbaiki pendidikan, dan membangun masyarakat yang saleh," imbunya di penghujung tausiyahnya.
Selepas menutup acara dengan doa, Kang Said meninggalkan lokasi acara. Sebelum bertolak ke kediaman, beliau ramah tamah dengan teman-teman seperjuangannya waktu di Pesantren Lirboyo. Red: Mukafi Niam