Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengutuk keras penyerangan dan aksi terorisme yang menewaskan satu keluarga di Desa Lemban Tongoa, Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. PBNU meminta aparat pemerintah bekerja maksimal untuk mengusut secara tuntas pelaku penyerangan dan aksi biadab tersebut.
Ketua PBNU H Robikin Emhas menuturkan, aksi kekerasan yang mengenyampingkan pri kemanusiaan tidaklah dapat dibenarkan. Pihak kepolisian didorong untuk bertindak secara tegas, cepat, terukur dan professional untuk mengusut aksi terorisme itu.
“Temukan aktor intelektual dan pelakunya. Proses sesuai hukum yang berlaku,” kata Kiai Robikin kepada NU Online, Ahad (29/11).
Menurut H Robikin, kejadian ini tentu bukanlah aksi yang pertama terjadi. Sebab itu belajar dari peristiwa serupa beberapa waktu yang lalu, aksi penyerangan dan pembakaran adalah tindakan teror yang sengaja untuk menyebarkan rasa takut di masyarakat.
Kelompok-kelompok penebar teror seperti ini tidak berhak mengatasnamakan elemen agama. Karena agama apapun, lanjut Kiai Robikin, tidak ada yang membenarkan dan bukan sebagai ajaran agama.
“Teror merupakan tindakan anti kemanusiaan,” tegasnya.
PBNU memandang perlu ada langkah preventif supaya kasus pembunuhan ini tidak berubah menjadi isu yang akhirnya sentiment terhadap keagamaan. Ini katanya akan merusak kerukunan umat beragama yang selama ini sudah baik di kalangan masyarakat.
PBNU pun meminta kepada masyarakat untuk tidak terprovokasi dengan segala narasi yang muncul di publik. Masyarakat harus membalasnya semua kejadian itu dengan saling menjaga diri serta mewaspadai munculnya aksi terorisme.
“Jangan sampai terprovokasi apalagi mendasarinya dengan kebencian atas dasar sentimen-sentimen sectarian,” tuturnya.
Kiai Robikin mengungkapkan, sikap reaktif kepada isu terorisme hanya akan melahirkan kecurigaan antar masyarakat. Puncaknya, hal ini akan merusak persatuan dan kesatuan bangsa yang pada gilirannya dapat merembet menjadi gangguan keamanan serius.
Bagi PBNU, pengalaman pahit konflik (agama) di Poso cukuplah menjadi sejarah kelam di masa lalu. PBNU meminta kepaa seluruh warga bangsa mengambil ini sebagai pelajaran dengan memperkuat anyaman kebersamaan sebagai sesama anak bangsa dan sebagai saudara dalam kemanusiaan. Perkuat toleransi dan saling menghormati satu sama lain.
“Generasi penerus bangsa lebih berhak menyerap energi postif dari kita. Bukan luka dan dendam sejarah,” pungkasnya.
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan