Jombang, NU Online
Di antara jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), nama KH M Afifudin Dimyathi adalah sosok baru. Gus Awis, sapaan akrabnya memang baru saja masuk di jajaran pengurus harian beberapa waktu berselang.
Di balik sosoknya yang bersahaja, alumnus Universitas Al-Azhar, Mesir, jurusan Tafsir dan Ilmu Al-Qur’an tersebut telah menerbitkasn sejumlah karya berbahasa Arab. Yang terbaru adalah Kitab Jam’ul Abir fi Kutubit Tafsir.
“Ini adalah kitab yang sudah lama saya rencanakan untuk saya susun. Ada salah satu prinsip dalam dunia literasi yakni 'tulislah apa yang ingin anda baca', dan kitab inilah hasil dari menulis apa yang ingin saya baca,” katanya kepada NU Online, Selasa (8/10).
Salah seorang pengasuh di Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Peterongan, Jombang, Jawa Timur tersebut mengemukakan bahwa ada banyak keinginan yang bisa disalurkannya dalam penyusunan kitab tersebut.
“Pertama, saya bisa mengetahui berbagai kitab tafsir dari berbagai dunia. Ini sekaligus menegaskan bahwa Al-Qur’an telah menjadi pusat perhatian dunia sejak abad pertama sampai sekarang,” kata kiai kelahiran Jombang, 7 Mei 1979 tersebut.
Sedangkan manfaat kedua dari penyusunan kitab Jam'ul 'Abir fi Kutubit Tafsir adalah dirinya bisa mengetahui thabaqat atau derajat para ahli tafsir.
“Karena kitab-kitab tafsir dalam kitab ini saya urutkan sesuai tahun meninggalnya mufassir. Hal ini membantu dalam rangka mengetahui perkembangan studi tafsir sepanjang sejarah Islam,” ungkap alumnus pascasarjana Universitas Khartoum International Institute for Arabic Language, Sudan tersebut.
Namun demikian, ada yang paling diinginkan dari kitab yang ditulisnya tersebut.
“Saya bisa mengenalkan tafsir-tafsir karya ulama Nusantara dan Asia Tenggara ke dunia Islam, saya berharap pakar-pakar tafsir di Timur Tengah setelah membaca kitab ini bisa mengenal Syekh Abdur Rauf as Sinkili, Kiai Shalih Darat, Mbah Kiai Bisri Musthofa, Mbah Kiai Misbah Musthofa, Syekh Muhammad Said bin Umar al Malaysia, KH Ahmad Sanusi, Syekh Ahmad Shonhaji as-Singapuri dan nama lain, serta mengetahui tafsir yang mereka persembahkan untuk umat Islam di Asia Tenggara,” terangnya.
Gus Awis turut bersyukur lantaran Penerbit Darun Nibros, Mesir berkenan menerbitkan kitab yang menurutnya sederhana tersebut.
Menurutnya, dalam cetakan versi Mesir ini, namanya ditambah al-Indunisy atas usulan beberapa mahasiswa al-Azhar.
“Alasannya karena nasionalisme, agar mudah diketahui bahwa penulisnya adalah orang Indonesia,” ujar putra pasangan KH A Dimyathi Romly dan Hj Muflichah tersebut..
Sedangkan alasan kedua karena di Mesir ada kota bernama Dimyath.
“Dan banyak yang beranggapan ayah saya dari kota tersebut. Sehingga penambahan kata al-Indunisy untuk menafikan anggapan itu,” kilahnya.
Dengan diterbitkannya di Mesir, dirinya berharap para pengkaji kitab tafsir di Timur Tengah tertarik untuk mempelajari atau paling tidak mengetahui tafsir-tafsir Nusantara dan dari Asia Tenggara.
“Di antara tafsir Melayu yang saya kaji metodologinya dalam kitab ini adalah Tafsir Nur al-Ihsan karya Tuan Haji Muhammad bin Said bin Umar, juga Tafsir Pimpinan al-Rahman Kepada Pengertian Al-Qur’an, karya Syeikh Abdullah Basmeih, Tafsir Harian al-Qur’an al-Karim karya Haji Abdullah Abbas Nasution, juga Tafsir Khulasah Al-Qur’an karya Maulana Abdullah Nuh,” urainya.
Demikian juga sejumlah kitab tafsir karangan ulama dari Singapura seperti Tafsir Pelita Al-Qur’an, karya Syeikh Abdillah al-Jufri, Tafsir Abr al-Athir karya Ustadz Ahmad Shonhaji.
Sedangkan dari Thailand antara lain Tafsir al-Zikr al- Hakim dan Tafsir al-Bayan karya Ismail Lutfi Chapakia.
“Insyaallah mahasiswa Asia Tenggara yang kuliah di Mesir bisa mendapatkan kitab ini di Dar an-Nibros, kawasan kampus al-Azhar,” katanya sedikit promosi.
Saat ditanya mengapa menerbitkan kitab tersebut, Gus Awis menyampaikan beberapa alasan.
“Yang saya harapkan bisa sedikit membantu para pecinta Al-Qur’an dan tafsir mengenal khazanah tafsir sepanjang sejarah Islam,” kata dosen pascasarjana di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tersebut.
Menurutnya, Kitab Jam'ul 'Abir fi Kutubit Tafsir menghimpun lebih dari 440 kitab tafsir sepanjang sejarah Islam, secara berurutan mulai mufassir zaman sahabat sampai mufassir abad 15 hijriah.
“Kitab ini juga mengkaji sejumlah kitab tafsir berbagai aliran yakni Ahlussunnah, Syiah, Mu'tazilah, Khawarij, bahkan sufi dan batiniyah,” jelasnya.
Kelebihan kitab tersebut juga menampilkan berbagai kitab tafsir dari berbagai bahasa di dunia. “Dari mulai Arab, Inggris, Prancis, Urdu, Parsi, Melayu, Indonesia, Jawa, Sunda dan sebagainya,” tandas alumnus program doktor di Universitas Neelain ini.
Pewarta: Ibnu Nawawi
Editor: Aryudi AR