Jakarta, NU Online
Hubungan antaragama tak selamanya mulus. Sentimen dan kebencian kerap kali muncul di antara pemeluknya terhadap agama lain yang berbeda dengan yang dianut olehnya. Bahkan hal demikian tak jarang menimbulkan sebuah konflik dan ketidakaturan dalam berkehidupan.
Kebencian yang mengemuka di antara agama itu diakui juga oleh Romo Franz Magnis Suseno. “Kalau kita bicara mengenai agama, bicara mengenai kebencian, kenyataannya kebencian dalam hubungan antaraagama selalu ada,” katanya mengisi diskusi publik dengan tema Let’s Talk about Hate: Decoding Interfaith Dialogue di Gedung CCM, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9).
Hal itu menurutnya mengerikan, menakutkan, dan sekaligus memalukan. Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara itu dengan tegas mengatakan, agama tidak boleh menakutkan.
Romo Magnis mengaku selalu dengan gembira meminjam istilah rahmatan lil alamin. Dengan itu, ia optimis masyarakat mampu mengatasi problematika yang sampai saat ini masih kerap terjadi di berbagai belahan dunia ini.
“Saya sebetulnya optimis. Saya merasa Tuhan menuntut kita mengatasi perbedaan dan perasaan negatif. Tuhan menghendaki kita saling menghormati dan menghargai,” ujarnya.
Akademisi yang sudah berusia 83 tahun itu menyatakan bahwa kebencian di antara kalangan pemeluk agama terhadap agama lain yang tidak dianutnya itu tidak perlu. Oleh karena itu, Romo Magnis mengajak untuk membangun hal yang positif.
“Mari, kita bangun kepositifan,” ujarnya.
Sementara itu, M Abdullah Syukri pengajar di Pondok Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat, mengungkapkan bahwa dunia memang sengaja dibuat tidak teratur oleh Allah SWT. Tetapi, ketidakteraturan itu juga yang menciptakan keteraturan.
“Dunia diciptakan tidak teratur, tetapi ketidakteraturan inilah yang menciptakan keteraturan itu sendiri,” katanya.
Peserta 1.000 Abrahamic Circles itu mencontohkan perilaku pencurian sebagai sebuah tindakan yang melanggar aturan hukum dan merusak tatanan sosial. Tetapi, hal tersebut juga yang melahirkan keteraturan. Pasalnya, adanya pencurian membuat adanya kepolisian, pengadilan, lembaga pemasyarakatan.
“Karena adanya pencuri, akhirnya ada orang yang bekerja sebagai polisi, ada orang yang bekerja sebagai hakim, ada orang yang bekerja sebagai pengacara. Para arsitek juga kebagian untuk membuat penjara. Orang yang belajar sains juga akhirnya bisa membuat CCTV dan sebagainya,” katanya.
Dengan demikian menurutnya, hitam putih dunia terlalu sederhana untuk disimplifikasi karena semuanya adalah keseimbangan yang diciptakan oleh Tuhan untuk menyeimbangkan dunia ini.
“Mungkin, ketidakteraturan yang diciptakan oleh konflik agama, ada perang atau konflik antaragama. Mungkin kalau korbannya muslim, muslim jadi bersatu, muslim semakin belajar untuk menjawab. Jadi jelasnya, segala sesuatu yang ada dan terjadi harus diyakini sebagai peristiwa yang terbaik bagi kita. Makanya, muslim selalu berdoa meminta hal baik untuk dunia dan akhirat," tandasnya.
Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Sunanto mengungkapkan bahwa konstruksi sebagian masyarakat beragama terlihat begitu agamis tetapi ucapan dan perilakunya tidak mencerminkan ajaran agamanya.
“Paling agamis, tetapi perilaku dan tata cara berkata tidak ada agamanya,” ujarnya.
Oleh karena itu, katanya, para pemuda yang gemar merujuk ajaran agamanya di media sosial dan internet harus betul-betul menyaringnya.
Kegiatan yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) ini juga menghadirkan Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Abdul Aziz Hasyim, komedian tunggal Sakdiyah Ma’ruf, dan dua peserta lingkaran kedua 1.000 Abrahamic Circles lainnya, yakni Pendeta Gereja Ortodoks Wilayah Serbia Father Gligorije Markovic, dan Rabbi Howard Hoffman dari Denver, Colorado, Amerika Serikat.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Muiz