"Salah satu ukurannya ialah, ukuran untuk saya boleh dikatakan tidak ada buku yang saya pernah baca atau ketahui yang belum pernah dibaca beliau," kata Marsilam saat memberikan testimoni pada Malam Puncak Peringatan Haul Ke-10 Gus Dur di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (21/12) malam.
Menurut Marsilam, Gus Dur membaca banyak buku dan beragam, seperti buku tentang sejarah riwayat hidup, kesusastraan dunia, filsafat, fiksi, olahraga, film, dan agama. Namun yang membuat dirinya mengagumi Gus Dur, sambungnya, karena putra pertama KH Wahid Hasyim itu dinilai bukan sosok yang suka menyombongkan pengetahuannya.
"(Pengetahuan Gus Dur yang luas) Ini bukan cuma karena minatnya (minat bacanya) yang luas (tinggi), tetapi juga berkat kekuatan daya ingatnya, kapasitas memorinya yang mungkin jadi terlatih lebih baik berkat sistem pendidikan menghafal di pesantren. Tentu saja ini semua ditambah dengan tingkat kecerdasannya yang superior, Gus Dur dengan segala potensi yang dipunyainya berkembang menghasilkan pribadi intelektual yang diakui sampai dunia internasional," terangnya.
Menurutnya, karena memiliki kecerdasan dan daya ingat yang kuat itulah membuat Gus Dur mampu menghafal banyak humor. Hasilnya, dari hafalan-hafalan itu, Gus Dur sering mengekspresikannya di berbagai forum, mulai forum informal di Indonesia hingga forum internasional.
"Tentu saja ada yang kurang setuju dan kurang menghargai sikapnya yang penuh humor itu, tapi memang jujur, seakan-akan tidak bisa menahan dirinya untuk tidak membuat dan mengeluarkan joke, lelucon dalam keadaan apapun, baik di lingkaran informal maupun di dalam pertemuan internasional tingkat tinggi misalnya," terangnya.
Ia menduga, Gus Dur memiliki persediaan humor yang terlalu banyak, sehingga membuatnya terdesak untuk melepaskan humornya.
Pada acara tersebut, Menteri Eksplorasi Kelautan Indonesia pada masa Presiden Gus Dur, Sarwono Kusumaatmaja, dan sahabat Gus Dur, Prof KH Nasihin Hasan, turut memberikan testimoni. Sementara yang menjadi pembicara inti ialah KH Ahmad Baha'uddin Nursalim atau Gus Baha.
Pewarta: Husni Sahal
Editor: Abdullah Alawi