Kerja sama antarpemuda lintas agama perlu ditingkatkan oleh masyarakat Indonesia. Langkah ini sebagai respons atas terjadinya intoleransi serta ujaran kebencian yang menyelimuti kehidupan masyarakat tiga tahun terakhir.
Direktur Operasional Masyarakaat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Dewi Sari mengatakan, generasi muda sudah saatnya bergandengan tangan untuk terus mempertahankan persatuan dan kesatuan.
Intoleransi yang disebabkan oleh hoaks menurutnya telah mengubah paradigma masyarakat. Kini masyarakat cenderung anti kritik dan egois karena kebanyakan dari mereka yang beranggapan hanya kelompok merekalah yang terbaik, di luar itu dianggap salah atau kurang baik.
“Itulah yang harus kita mulai dari diri kita sendiri. Anak muda sebagai generasi bangsa supaya ke depan ngajak lingungan kita, bahwa kita ini sama. Kita bisa bekerja sama kok walaupun berbeda,” kata Dewi Ayu kepada NU Online saat ditemui seusai menjadi pemateri Young and Tolerance di Aula Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (28/11).
Ia mengimbau agar masyarakat memiliki pemahaman yang terbuka untuk semua dengan tidak menjadi seseorang yang anti kritik. Sebab, dengan anti kritik masyarakat tersebut bisa merusak toleransi.
“Tidak boleh anti kritik, kita juga banyak kekurangan, keperluan yang mungkin membutuhkan bantuan dari orang lain yang berbeda dengan kita,” ujarnya.
Untuk mengintensifkan tidak terjadinya peningkatan hoaks di masyarakat pihaknya tengah menyusun kurikulum berbasis digital dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. Nantinya, kata dia, pendidikan digital akan dimasifkan kepada kalangan pelajar. Sementara untuk pemuda lebih kepada sosialisasi yang dilakukan secara terus menerus.
“Itu untuk meningkatkan kesadaran akan literasi digital,” tuturnya.
Sebelumnya, puluhan pemuda dari berbagai agama dan aliran kepercayaan mengikuti kegiatan Workhsop Young and Tolerance yang diselenggarakan oleh Indika Foundation-164 Chanel di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/11). Pertemuan tersebut sengaja digelar untuk menyatukan visi toleransi umat beragama di kalangan pemuda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Munculnya persepsi buruk soal agama atau aliran kepercayaan tertentu itu karena kita tidak pernah ketemu. Ruang perjumpaan merubah persepsi kita soal agama,” kata Ketua Panitia Ahmad Rozali saat menyampaikan laporannya di pembukaan workshop.
Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Syamsul Arifin