Nasional

Ketika Cuaca Buruk Bolehkah Mengumandangkan Adzan Shallu fi Rihalikum atau fi Buyutikum?

Sabtu, 20 April 2024 | 23:45 WIB

Ketika Cuaca Buruk Bolehkah Mengumandangkan Adzan Shallu fi Rihalikum atau fi Buyutikum?

Ilustrasi (Freepik)

Jakarta, NU Online
Di tengah-tengah kondisi cuaca buruk yang kerap melanda berbagai wilayah di Indonesia, pertanyaan mengenai kebolehan mengumandangkan frasa Shallu fi Rihalikum atau fi Buyutikum dalam adzan menjadi topik yang menarik untuk dibahas.


Frasa Shallu fi Rihalikum yang berarti 'Shalatlah di tempat kalian' dan fi Buyutikum atau 'di rumah kalian', adalah instruksi yang diberikan dalam adzan ketika kondisi di luar tidak memungkinkan untuk mengadakan shalat berjamaah di masjid, khususnya saat cuaca buruk seperti hujan lebat, badai, atau bahkan bencana alam.


Ustadz Alhafiz Kurniawan dalam tulisannya yang berjudul Apakah Boleh Mengumandangkan Azan Shallu fi Rihalikum atau fi Buyutikum, mengatakan bahwa berkaitan dengan penambahan atau perubahan lafal adzan, berbagai lafal serupa seperti shallu fi rihalikum, shallu fi buyutikum, atau shallu fir rihal telah ditemukan dalam hadits Nabi. Menurutnya, lafal tambahan atau perubahan ini dikumandangkan saat terdapat uzur seperti hujan, angin kencang, atau uzur lainnya.


Ia menjelaskan bahwa Sahabat Ibnu Abbas RA dan Ibnu Umar RA memiliki cara yang berbeda dalam melafalkan lafal tersebut. Sahabat Ibnu Abbas menyisipkan lafal shallū fir rihāl atau shallū fī buyūtikum sebagai pengganti seruan hayya 'alas shalāh. Sementara itu, Sahabat Ibnu Umar melafalkan shallū fir rihāl setelah semua lafal adzan telah dikumandangkan.


"Ketentuan penambahan menurut Ibnu Umar RA atau perubahan menurut Ibnu Abbas RA diangkat dalam fiqih mazhab Syafi'i antara lain. Imam An-Nawawi mengulasnya dengan penjelasan yang hampir sama pada dua kitab berbeda," ujarnya.


Ia menyampaikan bahwa Imam As-Syafi'i RA, dalam bab akhir tentang adzan, menyarankan bahwa jika malam hujan atau berangin dan gelap, muazin dianjurkan untuk menambahkan lafal Alā shallu fi rihālikum setelah menyelesaikan lafal adzannya. Namun, jika lafal tersebut disisipkan setelah lafal hay'alah (hayya alas shalah dan hayya alal falah), maka itu juga sesuai. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa nash As-Syafi'i ini telah dikutip dan diputuskan oleh Al-Bandaniji. Demikian pula As-Shaydalani, penulis Kitab Al-Uddah, As-Syasyi, dan ulama lain mengutipnya secara persis.


Ia menyatakan bahwa Imam Al-Haramain berpendapat bahwa gagasan menyisipkan lafal di tengah adzan adalah terlalu jauh. Menurutnya, melakukan perubahan pada lafal adzan tanpa alasan yang jelas dianggap berlebihan, sebagaimana ia sampaikan dalam bab tentang shalat jamaah. Namun, pendapat ini sebenarnya tidaklah jauh dan bahkan benar serta sesuai sunnah, didukung oleh banyak hadits dari riwayat Bukhari dan Muslim tentang penambahan lafal di tengah berlangsungnya adzan dan setelah adzan selesai.


"Hal ini dirujuk dalam karya Imam An-Nawawi, Al-Majmu', Syarhul Muhazzab yang diterbitkan di Beirut oleh Al-Maktabah At-Taufiqiyyah pada tahun 2010, volume III, halaman 119," imbuhnya.


Ia mengungkapkan bahwa dalam Kitab Raudhatut Thalibin, Imam An-Nawawi memberikan uraian yang serupa, di mana ia menyebutkan bahwa penambahan atau perubahan lafal adzan tidak akan merusak adzan selama ada uzur atau kebutuhan yang dibenarkan dalam syariat.


Lebih lanjut, Kitab At-Tahdzib menyatakan bahwa jika muazin menambahkan zikir pada lafal adzan atau menambah bilangan lafal adzan, hal tersebut tidak akan merusak adzan. Di sisi lain, penulis Kitab Al-Uddah menyebutkan bahwa dalam kondisi malam hujan, berangin kencang, atau sangat gelap, muazin dianjurkan untuk menambahkan lafal Alā shallu fi rihālikum setelah adzan selesai.


Namun, jika lafal tersebut disisipkan setelah lafal hay'alah (hayya alas shalah dan hayya alal falah), hal itu dianggap tidak bermasalah menurut pendapat As-Shaydalani, Al-Bandaniji, As-Syasyi, dan ulama lain. Imam Al-Haramain, bagaimanapun, berpendapat bahwa menyisipkan lafal tersebut dianggap terlalu ekstrem, meskipun pendapat ini sebenarnya tidak terlalu jauh dan bahkan benar serta sesuai sunnah, sesuai dengan nash Imam Syafi'i di akhir bab adzan dalam Kitab Al-Umm.


"Pendapat ini didukung oleh hadits dari Bukhari dan Muslim yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA, seperti yang tercatat dalam Raudhatut Thalibin wa Umadatul Muftin, yang diterbitkan di Beirut oleh Darul Fikr pada tahun 2005 M/1425-1426 H, volume I, halaman 231-232," paparnya.


Adapun berikut ini adalah hadits riwayat Imam Muslim yang mengisahkan perintah Ibnu Abbas RA untuk menyisipkan shallū fī buyūtikum sebagai pengganti seruan hayya 'alas shalāh.


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قُلْ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ قَالَ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ


Artinya, "Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata kepada muazinnya pada hari hujan, 'Bila kau sudah membaca 'Asyhadu an lā ilāha illallāhu, asyhadu anna muhammadan rasūlullāh,' jangan kau teruskan dengan seruan 'hayya 'alas shalāh', tetapi serulah 'shallū fi buyūtikum.'' Orang-orang seolah mengingkari perintah Ibnu Abbas RA. Ia lalu mengatakan, 'Apakah kalian heran dengan masalah ini? Padahal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku. Sungguh Jumat itu wajib. tetapi aku tidak suka menyulitkanmu sehingga kamu berjalan di tanah dan licin.'" (HR Muslim).


Adapun berikut ini adalah hadits riwayat Imam Muslim yang mengisahkan kumandang adzan Ibnu Umar RA untuk menyudahi seruan adzannya dengan shallū fī rihālikum karena pernah menyaksikan Rasulullah SAW dalam suatu ketika meminta muazinnya berbuat serupa.


نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ نَادَى بِالصَّلَاةِ فِي لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ وَمَطَرٍ فَقَالَ فِي آخِرِ نِدَائِهِ أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ بَارِدَةٌ أَوْ ذَاتُ مَطَرٍ فِي السَّفَرِ أَنْ يَقُولَ أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ


Artinya, "Dari Nafi', dari Ibnu Umar bahwa ia mengumandangkan adzan pada malam yang dingin, berangin, dan hujan. Di akhir adzan ia menyeru, alā shallū fī rihālikum. Alā shallū fir rihāl. Lalu ia bercerita bahwa Rasulullah pernah memerintahkan seorang muazin ketika malam berlalu dengan dingin atau hujan dalam perjalanan untuk menyeru alā shallū fī rihālikum," (HR Muslim).