Ketika Musik Satukan Perbedaan di Lampung, Harmoni dalam Kebersamaan
Sabtu, 29 Oktober 2022 | 18:00 WIB
Selain Pentas Musik dan Seni Lintas Agama di Lampung, di Yogyakarta juga terdapat pagelaran Pagelaran Jazz Syuhada. (Foto: NU Online/Faizin)
Indonesia merupakan negara yang dianugerahi keberagaman suku, budaya, bahasa, dan agama. Masing-masing memiliki tradisi berbeda yang menjadi kekayaan berharga bagi peradaban dunia. Dari tradisi-tradisi karunia Allah swt yang ada dan berkembang di tengah perbedaan ini, musik menjadi piranti yang mampu menyatukan segalanya. Sekat perbedaan karena identitas suku dan agama hilang oleh lantunan harmoni musik.
Pada setiap agama, musik sering dijadikan sebagai sarana untuk ritual ibadah sehari-hari. Sehingga dalam setiap agama memiliki ciri khas musik yang mampu dihayati oleh para pemeluknya yang bisasa disebut musik religi. Dalam perkembangannya musik religi menjadi satu kesatuan yang tak lepas dari tradisi beragama di Indonesia.
Etnomusikolog dan praktisi musik, Nyak Ina Raseuki mengatakan bahwa secara umum, musik adalah metafora atau kiasan hidup, termasuk dalam segi religi. Sebagai bagian dalam ritual beragama, musik menjadi metafora hubungan manusia dengan Tuhan.
Sebagai produk budaya, musik religi bisa memadukan beragam unsur berbeda. Misal, musik Islami di Lombok terpengaruh oleh gamelan Hindu Bali. Sedangkan genre musik rock bisa juga dipakai oleh beragam komunitas agama dan kepercayaan untuk sarana berdakwah.
Para musisi, yang memang kompeten dalam bidangnya, mampu menerapkan penafsiran agama yang konservatif menjadi cair dan rileks dengan bermusik. Musik bisa menjadi pengejawantahan ekspresi iman maupun peranti perdamaian yang lestari.
Peran musik religi di Indonesia sangat relevan dengan konteks Indonesia sebagai negara yang plural dan menghadapi tantangan dalam menjaga toleransi. Musik adalah medium seni yang penting karena berpotensi menjembatani perbedaan dan mengurangi friksi di Indonesia.
Berbagai upaya pun dilakukan oleh berbagai pihak untuk menjadikan musik sebagai pemersatu perbedaan untuk mewujudkan harmoni dalam kebersamaan. Di antaranya yang dilakukan oleh para pemuka agama yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Lampung.
Melalui semangat hari Sumpah Pemuda, FKUB Lampung menggelar Pentas Musik dan Seni Lintas Agama pada 28 Oktober 2022. Kegiatan yang digelar di Balai Keratun, Komplek Kantor Gubernur Lampung ini bertemakan "Melalui Pentas Musik dan Seni Pemuda Lintas Agama Kita Tanamkan Moderasi Beragama menuju Masyarakat Lampung Berjaya dan Harmoni dalam Keberagaman".
Pentas Musik dan Seni Lintas Agama ini menurut KH M Bahruddin, Ketua FKUB Provinsi Lampung, ditujukan untuk membekali semangat toleransi dan moderasi dalam beragama kepada pemuda lintas agama serta menjauhkan mereka dari paham intoleran dan tidak menghargai perbedaan. Menurutnya ini sangat penting, karena pemuda merupakan sosok yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan dunia dan peradaban di dalamnya.
Untuk menguatkan komitmen kebersamaan, dalam gelaran tersebut juga dilakukan deklarasi pemuda lintas agama untuk hidup berdampingan dengan rukun dan damai selain pertunjukkan inti yakni seni religi dari agama Islam, Hindu, Kristen, Katolik dan Buddha. Sekitar 250 pemuda lintas agama yang mewakili unsur tiap agama hadir dalam gelaran penuh harmoni dalam perbedaan dan keragaman ini.
Selain Pentas Musik dan Seni Lintas Agama di Lampung, di Yogyakarta juga terdapat pagelaran Pagelaran Jazz Syuhada. Pagelaran ini mengangkat tema “Sayuk Rukun, Memperkokoh Keragaman Merajut Kemanusiaan.”
“Jazz Syuhada lahir atas inisiatif beberapa pihak untuk mengenalkan kawasan bersejarah Kotabaru-Yogyakarta, sekaligus sebagai media perjumpaan berbagai ragam komunitas dengan latar belakang yang beragam (suku, agama, profesi, dan lainnya) untuk keharmonisan dan kehidupan yang inklusif di Kotabaru, Yogyakarta,” ungkap Budhi Hermanto, Direktur Jazz Syuhada dalam keterangan persnya.
Dalam perkembangannya Jazz Syuhada berkolaborasi dengan berbagai elemen seperti Forum Warga Kotabaru, Pemerintah Kelurahan Kotabaru, Organisasi Kepemudaan, Ormas Keagamaan, Kampus/Universitas, dan kelompok kreatif lainnya di Yogyakarta,” imbuhnya, Kamis (27/10/2022).
Jazz Syuhada tambah Budhi, bukan sekedar even pertunjukan, tetapi juga menjadi peristiwa kebudayaan karena prosesnya yang mempertemukan beragam komunitas yang saling bekerjasama dengan semangat kesukarelawanan, memperkokoh keberagaman, dan kemanusiaan.
Pagelaran ini juga akan diisi dengan ragam seni pertunjukan tradisi sepeti Bregodo, Angklung, Didong Gayo-Aceh, hingga pertunjukan musik dari para musisi komunitas jazz mbensenen Yogyakarta, di antaranya Syifa & Friends, Taksu Project, Heroik Karaoke, The Adlib Quartet, Portelea, dan Hardi & Friends. Dihadirkan juga Prof. Amin Abdullah dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila yang memberikan Pidato Kebudayaan bertema Pancasila Melalui Seni, Musik, dan Budaya dalam rangka Memperingati Hari Sumpah Pemuda Merajut Keragaman Memperkokoh Kemanusiaan.
Sebelumnya pada momentum Hari Lahir ke-95 Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 2019, musik dan lagu juga mampu menjadi media kebersamaan lintas agama. Pada momentum tersebut, bukan hanya warga NU dan umat Islam di Indonesia yang mengungkapkan rasa syukur atas lahirnya Ormas terbesar di Indonesia, Jamiyyah Nahdlatul Ulama. Pemeluk agama lain juga menyampaikan rasa bahagia yang di antaranya diwujudkan dalam persembahan lagu Ya Lal Wathan yang dinyanyikan oleh siswa-siswi SMPK BPK Penabur.
Lagu Ya Lal Wathan sendiri adalah lagu yang diciptakan salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Wahab Chasbullah. Lagu ini berisi ungkapan rasa cinta terhadap Tanah Air Indonesia. Lagu ini senjadi lagu wajid yang sering dinyanyikan dalam berbagai acara NU, badan otonom, lembaga, dan acara-acara lain yang digelar oleh warga NU.
Ketua Umum Yayasan BPK Penabur Adri Lazuardi menyebut bahwa proses pembuatan video tersebut dilakukan hanya dalam waktu empat hari. Para siswa dan siswi tersebut berasal dari tiga kota di Indonesia yakni Bandar Lampung, bandung, dan Bogor dan bergabung menyanyikan lagu tersebut secara daring. Hal ini karena pada waktu itu, kondisi Indonesia dan dunia sedang mengalami dampak pandemi Covid-19.
“Saya sampai merinding dan menangis haru sejak pengambilan gambar video pertama kali. Inilah Indonesia kita yang seutuhnya,” kata Erwien Kosasih, Ketua Yayasan BPK Penabur Bandung dikutip dari NU Online.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Fathoni Ahmad
====================
Liputan ini hasil kerja sama dengan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI