Ketua PCINU Tunisia: Sanad Keilmuan NU Jelas dan Terpercaya
Jumat, 6 Agustus 2021 | 01:00 WIB
Tunis, NU Online
Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tunisia, Ahmad Tamami menegaskan bahwa sanad keilmuan yang dimiliki para kiai-kiai NU memiliki jaminan otentisitas terpercaya. Hal itu terlihat dari kealiman KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahab Hasbullah sebagai pendiri NU dan pencetus empat prinsip dasar yang hingga kini menjadi pegangan bagi para warga Nahdliyin.
"Empat prinsip dasar itu adalah tawasuth (moderat), i'tidal (adil), tawazun (seimbang), tasamuh (toleransi)," tegas Ahmad pada gelaran Diskusi Ilmiah Menyemarakan Konferensi Cabang (Konfercab) ke-6 PCINU Tunisia, Selalu (3/8/2021) kemarin.
Pada diskusi bertema Penguatan al-fikrah al-Nahdliyin dalam Menghadapi Tantangan Global, ia mengatakan bila keempat prinsip tersebut dipahami dengan benar, siapa pun tidak hanya memandang NU sebagai organisasi masyarakat (ormas) yang syarat akan ritual-ritual semata. Lebih dari itu NU mempunyai nilai tambah dengan mempertahankan keorisinilan setiap prinsipnya.
"Bahwa NU itu bukan hanya sekedar warna hijau atau hanya tahlilan dan maulidan semata," terang dia.
Selain prinsip yang telah disebutkan, Ahmad Tamami juga menyebukan bahwa salah satu nilai yang dipegang oleh NU adalah mempertahankan kebaikan dari nilai-nilai lama dan menerima nilai baru yang lebih baik. Idiom ini dalam bahasa Arabnya dikenal dengan al mukhafadhutu ala kodimisshaleh wal akhdu bil jadidi wal aslah.
Senada, Wakil 1 Tanfidziyah PCINU Tunisia Amin Khafidin mengatakan, nilai tradisi itu menjadi fikrah bagi Nahdliyin dalam menghadapi tantangan global. Terdapat beberapa klasifikasi pemikiran yang dijadikan acuan oleh warga NU.
Pertama, pola pikir yang moderat (fikrah tawasuthiyah) atau tidak berkecenderungan, namun juga tidak rigid atau stagnan. Melainkan harus mampu menjadi jalan tengah bagi setiap persoalan.
"Sebagai orang NU, kita tidak dibolehkan tekstualis, juga tidak liberalis dalam menafsirkan Qur’an. Tawasyutiyyah juga tidak tasyadud (keras) atau tasahhul (memudahkan)," kata Amin.
Kedua, mempunyai sikap toleran (fikrah tasamuhiyah) yaitu bersikap damai menghadapi setiap perspektif baru atau yang berbeda. "Yang ketiga, pola pikir yang dinamis (fikrah tathawuriyah) dalam merespons berbagai persoalan yang juga dibarengi tashfiyatul fikrah atau perjernihan," sambungnya.
Ketiga, pergerakan (fikrah harakah) yang terbagi menjadi dua, yaitu pola pikir yang mampu melerai pemahaman ekstrem, yang mendatangkan perbaikan dari segala hal. "Perealisasian pola pikir atau fikrah itu salah satunya dengan jalur dakwah, dakwah pun harus disesuaikan dengan penerimanya," terang Amin.
Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Kendi Setiawan