Ketua Umum PP ISNU Ali Masykur Musa saat berdiskusi di PBNU, Senin (27/1). (Foto: NU Online/Musthofa Asrori)
Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) Ali Masykur Musa mengatakan, perlu ada akselerasi ekonomi pesantren yang menjadi kekuatan ekonomi nasional yang disiapkan dari pesantren.
"Ketika ada akselerasi ini, negara jangan merasa tersaingi untuk membesarkan ekonomi pesantren karena Indonesia kuat karena pesantren," kata Ali Masykur dalam Diskusi Panel Ahli (DPA) tentang penguatan ekonomi pesantren. Diskusi perdana yang akan dijadwalkan tiap bulan ini digelar di ruang pertemuan lantai 5 Gedung PBNU Jl Kramat Raya No 164 Jakarta Pusat, Senin (27/1).
Menurut Cak Ali, sapaan akrabnya, esensi membangun ekonomi pesantren harus dilakukan sistematis dengan keberpihakan pemerintah. Oleh karena itu, lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren harus berpengaruh terhadap penguatan ekonomi pesantren. Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa salah satu fungsi pesantren yakni pemberdayaan masyarakat.
"Kalau ekonomi pasar yang berkembang, sampai kiamat pun pesantren akan menjadi subordinat dari sistem ekonomi nasional. Dari sisi politis memang ada orang yang khawatir. Banyak yang enggak mau kalau ekonomi NU itu menjadi besar," tuturnya dalam DPA bertajuk Penguatan Ekonomi Pesantren Pasca Undang-undang Nomor 18/2019 tentang Pesantren ini.
Baca juga: PP ISNU Gelar Diskusi Panel Ahli tentang Penguatan Ekonomi Pesantren
Pria yang juga menjabat Komisaris Utama PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni ini, mencontohkan Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur memiliki aset senilai Rp2,5 triliun lebih dengan mengoptimalkan sindikasi alumni Sidogiri di berbagai daerah. Langkah yang dilakukan, dengan membuat berbagai produk ekonomi seperti minuman dan makanan kemasan, sarung, dan kebutuhan lainnya.
“Saat ini, nilai pemenuhan kebutuhan pokok nasional mencapai Rp1.500 triliun. Sayangnya, untuk pemenuhan kebutuhan pokok tersebut tidak dilakukan kalangan pesantren. Namun, oleh para importir. Oleh karena itu, perlu dihitung kebutuhan ekonomi pesantren, misalnya kebutuhan beras, bawang, minyak dan lain-lain sehari-hari,” paparnya.
“Kita akan potong jaringan ritel. Ini perlu kita pikirkan bersama. Inilah yang dikehendaki Hadratusy Syekh Hasyim Asy’ari, Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Syansuri yang disebut Nahdlatut Tujjar, yakni kembali ke basis ekonomi,” tandas Cak Ali.
Menurut adik kandung KH Ali Maschan Musa ini, hanya dengan ekonomi yang kuat dan kemandirian pesantren, tidak ada yang bisa membeli NU. “Ketika sudah demikian kuat, saat Pilpres nanti semua presiden pasti dari NU,” tegasnya disambut aplaus hadirin.
Diskusi panel tersebut menghadirkan tiga narasumber. Ketiganya yakni Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Prof Abdurrahman Mas’ud, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Ahmad Mubarok, dan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang. Kepala Subdirektorat Pendidikan Pesantren Direktorat PD Pontren Ditjen Pendis Kemenag, Basnang Said, didaulat memoderatori diskusi hingga sore menjelang.
Perwarta: Musthofa Asrori
Editor: Abdullah Alawi