Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa Muchamad Nabil Haroen mengingatkan agar penyampaian aspirasi dilakukan dengan cara yang baik dan sesuai hukum.
Baca Juga
Gus Maksum, Sang Pendekar Pagar Nusa
Hal itu disampaikan dalam Gelar Pasukan dan Latihan Gabungan Pagar Nusa "Hari Santri 2025 – Siaga Bela Kiai, Jaga Pesantren, Bela Negeri" pada Ahad (19/10/2025).
“Sampaikan aspirasi dengan cara yang beradab, tertib, dan berlandaskan hukum. Dengan demikian, yang terbangun adalah kepercayaan umat dan simpati publik, bukan kekhawatiran atau ketegangan," kata pria yang akrab disapa Gus Nabil itu.
Ia juga meminta kepada segenap anggota agar menjaga adab dan kedisiplinan. Kekuatan Pagar Nusa, menurutnya, bukan pada amarah, tetapi pada ketertiban, kesopanan, dan akhlak yang mencerminkan martabat pesantren.
Hal ini didasarkan dawuh Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab al-‘Alim wa al- Muta’allim, bahwa keberkahan ilmu hanya akan turun kepada murid yang memuliakan gurunya dan menjaga kehormatan para gurunya.
"Pesan ini bukan sekadar dawuh, tetapi fondasi keberadaan kita sebagai santri: tanpa ta’dzim kepada kiai, hilanglah keberkahan ilmu; tanpa penjagaan terhadap pesantren, runtuhlah benteng peradaban bangsa," kata Gus Nabil.
Hal lain yang ia tekankan kepada seganap anggota Pagar Nusa adalah fokus dalam mendukung pesantrennya dan kiai. "Fokus pada pesantren dan kiai sebagai pusat keberkahan. Seluruh gerakan dan aspirasi kita berpijak pada tanggung jawab menjaga sumber ilmu, akhlak, dan jati diri bangsa," katanya.
Muncul narasi yang berkembang di ruang publik menyesatkan dan menuduh pesantren sebagai penghambat kemajuan dan penyebab kemunduran umat. Narasi tersebut tidak hanya keliru secara fakta, tetapi juga mengingkari sejarah. Pesantren justru menjadi pusat lahirnya ulama, pejuang kemerdekaan, pendidik bangsa, dan penjaga akhlak umat.
Jika hari ini Islam dikenal sebagai rahmat bagi bangsa Indonesia dan diterima sebagai kekuatan peradaban yang damai dan moderat, maka pesantren adalah pilar utamanya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyampaikan bahwa Hari Santri bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan peneguhan ruh Resolusi Jihad yang dikobarkan para kiai pada 22 Oktober 1945. Saat itu, para kiai tidak hanya mengeluarkan fatwa, tetapi memimpin langsung barisan jihad demi mempertahankan agama dan kemerdekaan bangsa.
"Jika dahulu para santri mengangkat bambu runcing melawan penjajah fisik, maka hari ini Pagar Nusa mengangkat kesiapsiagaan moral dan spiritual untuk menghadapi penjajahan baru, penjajahan terhadap martabat kiai, terhadap pesantren, dan terhadap identitas Islam Ahlussunnah wal Jamaah di bumi Nusantara," katanya.
Ia menegaskan bahwa santri dan Pagar Nusa hadir untuk menjaga, melindungi, dan menenangkan umat. Pagar Nusa bukan sekadar warisan sejarah, Pagar Nusa adalah sejarah yang siap bergerak.
Ia juga memastikan setiap gerakan Pagar Nusa membawa rasa aman dan ketenangan.