Cirebon, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Jawa Barat KH M Musthofa Aqil Siroj menjelaskan tiga manfaat ziarah kubur. Pertama adalah untuk mendoakan orang yang sudah meninggal, kedua untuk bertawasul, dan ketiga untuk mengambil pelajaran (lil i’tibâr).
“Manfaat pertama ziarah kubur adalah untuk mendoakan orang yang kita ziarahi, yang sudah meninggal dunia. Kita doakan semoga mendapat ampunan di akhirat, diberi kelapangan di kuburnya, dan lain-lain,” jelas Kiai Musthofa saat mengisi acara tahlil dalam rangka Haul KH Aqil Siroj ke-32 dan Sesepuh Pondok Pesantren KHAS Kempek, Cirebon (26/8).
Kiai Musthofa melanjutkan, doa di atas ditujukan untuk yang sudah meninggal. Jika doa untuk yang masih hidup, isinya semoga diberi kesehatan, kelancaran dalam mencari rezeki, dan lain sebagainya.
Manfaat ziarah kubur kedua adalah untuk bertawasul kepada orang-orang saleh, seperti bertawasul saat ziarah ke makam Walisongo, para kiai, dan orang shalih lainnya. “Kalau dalam hadits, bertawasul itu dengan amal. Ini juga sama, yaitu husnudhan kita kepada mereka (orang yang saleh yang kita ziarahi) merupakan amal itu sendiri,” papar Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
Ia juga menjelaskan, bertawasul kepada orang saleh tidak harus dengan orangnya, tetapi juga bisa dengan benda-benda yang pernah mereka gunakan. Contohnya, saat Nabi Ayub bertawasul dengan pakaian Nabi Yusuf untuk menyembuhkan matanya yang buta.
Menfaat ziarah kubur yang ketiga adalah untuk megambil pelajaran (lil i’tibâr). Dengan berziarah, kita akan berpikir, orang yang sudah meninggal dan berada di dalam kubur, dulunya juga sama seperti kita. Kelak, suatu saat nanti kita juga sama seperti mereka, mati dan berada di dalam kubur.
“Ziarah kubur untuk i’tibâr itu tidak harus di kuburan orang Muslim saja. Kuburan non-Muslim juga boleh. Kan tujuannya untuk mengambil pelajaran tentang kematian, tidak harus dengan orang Muslim,” imbuh Katua Majelis Dzikir Hubbul Wathan (MDHW) itu.
Profil singkat KH Aqil Siroj
KH Aqil Siroj merupakan putra ketiga dari pasangan KH Siroj dan Nyai Fathimah. Lahir di Gedongan, Ender, Cirebon pada tahun 1920 M dan wafat pada tahun 1990 M. Ia mendirikan Pondok Pesantren Majelis Tarbiyatul Mubtadi’in (MTM), yang berikutya diganti dengan nama Pondok Pesantren KH Aqil Siroj (KHAS) Kempek, Cirebon.
Riwayat pendidikannya dimulai dari nyantri di Pondok Pesantren Gedongan, Pondok Pesantren Kempek selama lima tahun, Pondok Pesantren Kasingan Rembang selama lima tahun, dan Pondok Pesantren Lirboyo selama tiga tahun. Selain itu, Kiai Aqil juga ngalap berkah dengan mengaji pasaran di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang dan sempat bertemu dengan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari.
Kiai Aqil memiliki beberapa karya, yaitu Kodifikasi Tasrifan Kempek dan Jombang, Zubdatun Naqiyyah (syarah dari matan Jurmiyyah), Terjamah Kitab ‘Awamil, Terjemah Nadham ‘Imrithi, dan Terjemah Nadham Maqshud.
Pernikahannya dengan Nyai Hj Afifah Harun dikaruniai lima orang putra, yaitu KH Ja’far Shodiq Aqil Siroj, KH Saiq Aqil Siroj, KH Musthofa Aqil Siroj, KH Ahsin Syifa Aqil Siroj, dan KH Ni’amillah Aqil Siroj.
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Syakir NF