KH Zulfa Mustofa Ajak Pemimpin Cinta Agama dan Ilmu Pengetahuan
Selasa, 4 Oktober 2022 | 11:00 WIB
Tangkapan layar Waketum PBNU, KH Zulfa Mustofa pada acara NU Sumenep Bershalawat dan Rokat Dhisa Senin (3/10/2022) di Dusun Banjer, Gapura Tengah, Gapura, Sumenep, Jawa Timur.
Sumenep, NU Online
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Waketum PBNU) KH Zulfa Mustofa mengatakan rusaknya perilaku rakyat karena perilaku pemimpin. Sebaliknya, pemimpin rusak karena rakyatnya.
Pernyataan ini disampaikan pada acara NU Sumenep Bershalawat dan Rokat Dhisa yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa dan Ranting NU Gapura Tengah, Senin (3/10/2022) di Dusun Banjer, Gapura Tengah, Gapura, Sumenep, Jawa Timur.
"Kata ulama dan sosiolog, perilaku masyarakat tergantung pada perilaku pemimpin. Jika pemimpin senang ngaji (kepada) ulama, dan habaib, insyaallah masyarakatnya akan demikian," ujarnya menyitir pemikiran Ibnu Khaldun.
Di abad Pertengahan, lanjutnya, khalifah kelima Abbasiyah Harun Ar-Rasyid, seorang pimpinan yang cinta pada ulama dan gandrung pada ilmu pengetahuan. Saking cintanya pada agama, ia mengeluarkan Jirayatul Faqihi wal Mutafaqqih.
"Para ulama dan santri setiap bulan mendapat gaji dari negara. Khalifah meminta pada seorang pengajar dan penuntut ilmu agar fokus pada tanggung jawabnya sehingga tidak memikirkan beban lain selama pengembangkan ilmu pengetahuan dan mencapai puncak keemasannya," bebernya.
Dikatakan Kiai Zulfa, kisah pemimpin yang cinta pada agama dikupas oleh sejarawan Mesir Ahmad Amin yang menulis kitab Fajrul Islam (tentang Islam di masa Nabi), Dhuhal Islam (Islam di Masa Tabi'in, Tabi'ut tabi'in dan al-A'immatil Arba'ah), dan Zhuhrul Islam (menceritakan masa setelah abad keempat).
Diceritakan, saat dirinya berkunjung ke Maroko, Mesir, Sudan, Yordania, Syiria, Lebanon, Saudi Arab, banyak belajar NU kuliah mengambil jurusan agama. Berbeda di Jepang yang rata-rata mengambil jurusan nuklir. Sedangkan saat menyambangi Kanada, anak-anak NU fokus pada ilmu pertambangan.
"Rupanya di Maroko, kuliah digratiskan oleh pemimpin, mulai dari tingkat SD sampai Strata 3. Maklum, penduduk di sana 40 jutaan, sedangkan di Indonesia 280 jutaan lebih," kenangnya sembari melontarkan senyuman.
Berbeda dengan Arab Saudi, muazin dan imam masjid di kampung sampai pusat, digaji oleh pemerintah. Bahkan, guru dan santri yang belajar di sana, diberi uang. Ditambah orang-orang kaya senang sama ahli ilmu.
"Dengan cara inilah mereka bisa menghidupkan agama Allah. Sama halnya dengan NU yang mengenalkan agama lewat perantara ulama sebagai pewaris nabi," ungkap cicit Syekh Nawawi Al-Bantani itu.
Dalam safari dakwahnya ke Madura, Kiai Zulfa mengajak kepada Nahdliyin untuk bersyukur. Sebab, NU yang didirikan oleh ulama untuk agama, negara dan peradaban dunia. Laksana pohon yang ditanam 100 tahun lalu oleh muassis yang diawali oleh izin dari Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan.
"Bersyukurlah kita lahir jadi orang NU dan memiliki pemimpin yang cinta pada agama dan NU, seperti halnya kepala desa Gapura Tengah yang menyelenggarakan Rokat Dhisa (selamatan desa)," ucapnya.
Kiai Zulfa mengutarakan, seluruh dunia tahu bahwa NU besar karena dijaga para wali dan memiliki pengurus yang solid dari bawah sampai ke atas. Pengakuan ini berangkat dari falsafah Syaikhona Kholil, yakni tongkat sebagai isyarat agar Nahdliyin satu komando.
"Warga NU harus taat pada pemimpinnya. Jangan sampai ribut persoalan dunia. Jika akhirat luas, tidak ada satupun yang berebut akhirat. Ingat, sifat dunia sempit," katanya merujuk Al-Ghazali.
Tak hanya itu, dirinya mengingatkan bahwa seseorang yang dianugerahi Allah sebagai pengurus NU, kemudian menyesalinya atau melihat sesuatu yang lebih enak di luar NU, maka orang ini telah menganggap sesuatu yang kecil kemudian dibesarkan. Sebaliknya, sesuatu yang besar ia kecilkan.
"Berkhidmat di NU begitu besar pahala dan barakahnya. Jangan dianggap kecil! Kelak penghuni surga yang paling banyak dari kalangan NU. Hanya Nahdliyin yang mengikuti jejak habaib dan ulama sebagai pewaris nabi," sergahnya.
Disebutkan, di dalam organisasi ada i'anah syahriyah. NU dibangun dengan kemandirian, bukan dengan meminta-minta. Menurutnya, NU gagah dengan kemandiriannya dan lebih besar daripada partai politik.
"NU memperbolehkan warganya aktif di Parpol, kendati dirinya menjadi pengurus. Namun kader tidak boleh memaksakan kehendak agar NU berada di bawah Parpol. Tujuan NU didirikan untuk mengayomi umat," pungkasnya.
Pewarta: Firdausi
Editor: Kendi Setiawan