Kiai Anwar Iskandar Usulkan Pemerintah Tak Loloskan Calhaj yang Sakit
Jumat, 8 September 2023 | 03:00 WIB
KH Anwar Iskandar mengatakan faktor kesehatan menjadi dimensi istitha’ah ini, sehingga calon jamaah haji mesti sehat (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien, Ngasinan, Kediri, Jawa Timur KH Anwar Iskandar merekomendasikan agar Kementerian Agama memakanai ulang istilah istitha’ah (kemampuan) dalam ibadah haji. Ia menyebut, faktor kesehatan menjadi dimensi istitha’ah ini, sehingga calon jamaah haji mesti sehat, dan Kemenag tidak meloloskan yang sakit.
Kiai yang juga Ketua Umum MUI itu menyebut, hal itu telah disampaikan kepada Menteri Agama H Yaqut Cholil Qoumas beberapa waktu lalu ketika musim haji di Arab Saudi. Kiai Anwar berpandangan, ayat Man istatha’a Ilahi sabiila dalam QS Ali Imran ayat 97 selama ini hanya dimaknai dimensi uang: Barangsiapa yang sudah punya cukup uang, berarti istitha’ah.
"Kami mengusulkan, merekomendasikan agar menjadi usulan Kementerian Agama ke DPR RI sehingga menjadi Undang-Undang, agar dimensi atau ta’rif definisi istitha’ah itu tidak sebatas pada uang saja, tapi juga kesehatan," ujarnya dalam Pembukaan Upgrading dan Sertifikasi Uji Kompetensi Pembimbing Ibadah Haji dan Umrah yang digelar PP Fatayat NU di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Ia mengusulkan, bagi orang yang sakit, karena usia, sakit fisik maupun non-fisik, dimasukkan dalam hal tidak tidak mampu, oleh karena itu tidak usah berangkat. Meski demikian, ia meminta agar masalah kesehatan ini tidak dijustifikasi di hilir, tapi di hulu. Artinya sejak di kabupaten, sejak di kotamadya, sudah ada kerja sama antara Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan untuk menyeleksi jamaah kota madya atau kabupaten itu, antara yang sehat dan yang tidak.
"Kalau memang pada waktu di kabupaten itu tidak sehat, ya sudah, dieliminir, atau diganti anaknya atau siapa, begitu. Sebab selama ini menjustifikasi tentang tidak sehat itu tidak di hulu, tapi di hilir. Ketika sudah di Pondok Gede, misalnya, baru dikatakan: ini tidak sehat. Akhirnya tidak boleh berangkat. Nah, kalau ini yang terjadi kan kasihan, di rumah kadung selamatan," ujar Kiai Anwar.
Selama ini, kata Kiai Anwar, faktor kesehatan tidak masuk dalam kriteria istitha’ah, padahal ini penting sekali. "Gara-gara kesehatan ini tidak selektif, masyaallah kemarin itu, ada yang di pesawat minta turun,” imbuhnya.
Tindak lanjut Kemenag
Usulan itu kemudian ditindaklanjuti Menag Yaqut Cholil Qoumas. Ia meminta agar skema penetapan istithaah kesehatan jamaah haji dimatangkan dalam Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1444 H/2023 M yang digelar Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag di Bandung, Rabu (6/9/2023).
"Istithaah jamaah yang paling jadi persoalan adalah istithaah kesehatan. Saya usul, istithaah kesehatan mendahului pelunasan," pesan Menag seperti dikutip NU Online, Kamis (7/9/2023) dari situs web Kementerian Agama.
"Biasanya jamaah jika sudah kadung lunas, tidak enak kalau tidak diloloskan," imbuh Gus Men, sapaan akrabnya.
Baca Juga
Kisah Ulama Berhaji Tanpa ke Tanah Suci
Ia meminta, persoalan skema penetapan istithaah kesehatan ini dikaji, meski sadar bahwa usulan ini tidak populer, sehingga harus dikomunikasikan dengan baik kepada jamaah.
"Ini mungkin tidak mudah karena kita akan berhadapan dengan jamaah saat ini. Tapi jika ini berjalan, akan memudahkan penyelenggaraan haji di masa mendatang. Tidak apa-apa kita mendapat beban sekarang tapi di masa mendatang akan lebih mudah," ujar pria kelahiran 4 Januari 1975.
"Ini dibicarakan, sekaligus bagaimana cara penyampaian yang paling tepat dan baik ke jemaah agar istithaah kesehatan ini bisa diterima dan dijalankan dengan baik," sambungnya dalam Rakernas yang mengangkat tema Penguatan Istithaah menuju Kemandirian dan Ketahanan Jamaah Haji Indonesia.
Menurut Menag, pada haji 2023, jamaah melakukan pelunasan terlebih dahulu, baru melakukan pemeriksaan kesehatan.
Selain istithaah, Menag minta Rakernas Evaluasi ini juga membahas sejumlah terobosan pelaksanaan haji di masa mendatang. Secara khusus, ia menyebut pentingnya meninjau ulang masa tinggal jamaah agar bisa lebih pendek. Menurutnya, hal itu diharapkan bisa lebih menekan biaya haji.
"Jika bisa diperpendek, jamaah akan merasa senang. Tolong dicari bagaimana cara memperpendek. Paling tidak 35 hari," ucap dia.
Masa tinggal petugas juga menjadi sorotan. Menag meminta pola penugasan diatur ulang. Selama ini, petugas dalam satu Daerah Kerja (Daker) berangkat secara bersama-sama sejak awal dan pulang juga bersama-sama pada akhir operasional.
"Akibatnya setelah puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, banyak petugas yang kelelahan dan mengalami kejenuhan," katanya.
"Bisa dibahas skema pemberangkatan petugas dalam dua gelombang. Gelombang pertama pulang seminggu setelah Armuzna pulang. Gelombang kedua berangkat seminggu sebelum Armuzna. Sehingga, saat Armuzna petugas kumpul dalam energi yang masih penuh," lanjutnya.
Dukungan Komisi VIII
Usulan Menteri Agama agar penetapan istithaah jamaah dilakukan sebelum pelunasan biaya haji disambut baik oleh Komisi VIII DPR. Wakil Ketua Komisi VIII DPR Tb Ace Hasan Syadzily menilai usulan itu sangat tepat.
"Gus Men melontarkan usulan melakukan screening terlebih dahulu sebelum pelunasan. Ini sangat baik dan akan dipertimbangkan oleh kami dalam proses penyelenggaraan haji 2024," ujar Ace, sapaan akrabnya.
Sejalan dengan itu, Komisi VIII berkomitmen untuk membahas evaluasi penyelenggaraan haji lebih cepat dibanding tahun sebelumnya. Selain itu, Ace juga ingin pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dipercepat.
"Kami menargetkan pembahasan BPIH 1445 H bisa diselesaikan antara Oktober atau November 2023. Sehingga ada waktu uang cukup bagi proses penyelenggaraan ibadah haji 2024," tegasnya.