Bantul, NU Online
Wakil Rais Syuriah PWNU Daerah Istimewa Yogyakarta Sahiron Syamsuddin mengatakan KH Dalhar Munawwir adalah seorang pendidik ulung. Ia sang guru luar biasa yang tidak hanya mendidik santrinya dengan membaca kitab, melainkan dengan metode lain seperti melakukan penelitian.
<>
Hal itu dikatakannya ketika menjadi pembicara dalam bedah buku “Bapakku, Mbah Dalhar Munawwir”, yang diadakan Pesantren Al-Munawwir Komplek Nurussalam Krapyak, Sabtu (20/12), di Halaman Komplek Nurussalam Krapyak, Sewon, Bantul.
Sebagai penulis sekaligus penggagas ide dalam buku biografi “Bapakku, Mbah Dalhar Munawwir”, ia menambahkan, meskipun buku tersebut belum menguak secara utuh, namun hal itu dapat menjadi referensi santri untuk lebih mengenal sosok KH Dalhar Munawwir.
Setiap kiai atau ulama, lanjutnya, pasti punya ilmu spesifik yang belum pernah disampaikan pada publik. “Termasuk dalam diri Mbah Dalhar juga ada ilmu khusus yang hanya diberikan pada orang tertentu. Dari situ mungkin ada yang belum disampaikan, maka buku ini hadir agar ungkapan yang bernilai tidak hilang begitu saja. Maka wajar jika kita menulis ini, karena akan ada banyak hikmah yang bisa diambil,” ujar dosen Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga pagi itu.
Sementara itu di mata Wahyu Salvana, KH Dalhar Munawwir bukanlah sekedar kiai. Menurutnya, kelemahan dari santri dan pesantren adalah terkadang tidak mengetahui asal usul kiainya. Oleh karena itu, buku biografi itu hadir agar para santri terutama santri baru dapat mengetahui tentang Mbah Dalhar Munawwir.
“Kita harus mengetahui bahwa guru-guru kita adalah orang-orang top. Semoga ini bisa menginspirasi santri-santri di pesantren lain untuk menjadi lebih baik,” ungkap sosok yang sekaligus menantu Rais ‘Aam PBNU KH Mustofa Bisri di depan hadirin.
Selain Sahiron Syamsuddin dan Wahyu Salvana, hadir juga sebagai pembicara Dr Imroatul Azizah, Dr M tantowi, dan Dr KH Abdul Ghafur Maimun. Secara umum, para santri KH Dalhar Munawwir itu sepakat bahwa Mbah Dalhar adalah sosok yang sangat mengenali santrinya, dan bahkan dalam beberapa hal mungkin lebih mengenali daripada orangtua santri tersebut. [Dwi Khoirotun Nisa’/Abdullah]