Kiai Miftach Jelaskan Sikap yang Lebih Utama daripada Rasa Penasaran akan Balasan Ibadah
Rabu, 20 September 2023 | 13:00 WIB
Rais 'Aam PBNU KH Miftachul Akhyar saat mengisi kajian rutin di pesantrennya, Surabaya. (Foto: Tangkapan layar Youtube Multimedia KH Miftachul Akhyar)
Jakarta, NU Online
Allah swt telah menjanjikan balasan bagai hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Karena itu, umat Islam tidak perlu mengkhawatirkan akan balasan tersebut. Yakin dan tak perlu bersusah payah mencari tahu wujud balasan Allah adalah sikap yang semestinya ditanamkan pada diri setiap Muslim.
Mengutip Syekh Ibnu Atha'illah atau Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari dalam kitabnya Al-Hikam, KH Miftachul Akhyar menyampaikan bahwa yang lebih utama daripada rasa keingintahuan atau penasaran atas hasil ibadah yang dikerjakan oleh seorang hamba adalah senantiasa mempertebal keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt.
Pasalnya, menurut Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini, umat Islam tidak pernah luput dari intaian musuhnya, yakni setan. Setan akan selalu membuat manusia waswas dan terus menabur benih-benih penyakit hati dalam diri manusia. Situasi ini justru harus menjadi perhatian manusia daripada sibuk ingin tahu balasan atas ibadah-ibadah yang telah dilaksanakan.
"Allah sudah menjanjikan (balasan), tak usah diinginkan. Yang kita inginkan adalah bagaimana kita mengontrol penyakit-penyakit hati kita, yang lahir ataupun yang batin," katanya saat mengisi pengajian Syarah Al-Hikam di Youtube Multimedia KH Miftachul Akhyar diakses NU Online Rabu (20/9/2023).
Penyakit hati membahayakan manusia. Di antara penyakit hati sendiri adalah sombong, hasud, tamak, dan lain sebagainya. Sejumlah penyakit ini mesti harus dicari tahu akar penyebabnya, lalu berusaha semaksimal mungkin untuk membuang jauh-jauh dengan cara mengobatinya.
"Keinginan kamu mencari tahu penyakit-penyakit dalam dirimu seperti kikir, ria, ujub, hasut, banyak penyakit yang ada di diri manusia, kamu ketahui, kamu kontrol itu nilainya lebih baik daripada kamu kepingin tahu hasil ibadahmu, keramatnya seperti apa," jelasnya.
Hal yang cukup mendesak dilakukan oleh masing-masing individu adalah mengevaluasi diri terhadap berbagai aspek. Seperti perangai dan kebiasaan tercela yang mungkin selama ini telah mendarah daging namun tidak disadarinya. Ini penting sebagai ikhtiar menjadi hamba Allah swt yang lebih baik.
"Misalnya, (kebiasaan) mengambil barang temanmu, ini cacat, lisannya suka mencela orang, ngerasani (membicarakan kejelekan) orang, kita tutup, hatinya suka benci, suka marah, suka hasut, (harus dievaluasi), itu lebih baik daripada kita ingin tahu apa hasil dari beribadah sekian tahun. Tidak usah di-kepingini," tegasnya lagi.
Balasan Allah adalah keniscayaan. Menurut pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya, Jawa Timur ini, Allah swt Allah akan memberikan kemuliaan kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa, mengerjakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan Allah.
Kiai Miftach, sapaannya, kemudian mengutip hadits qudsi bahwa Allah akan selalu mengamini permohonan hamba-hamba-Nya yang rajin beribadah, baik ibadah wajib maupun ibadah sunnah, bahkan tak ada waktu yang sia-sia begitu saja baginya. Dalam hidupnya selalu dihiasi dengan ibadah.
"Siapa mereka? Orang yang melakukan kewajiban kewajiban ditambah sunnah-sunnah, tidak ada waktu yang kosong, ini dijamin oleh Allah dijaga oleh Allah. Itu janji," terang Kiai Miftach.