Pengasuh Manaqiban Syekh Abdul Qadir Jailani Jember, KH Ahmad Muzakki Syah saat memberikan tausiah kepada para jamaah di kediamannya, Jalan Manggar Nomor 139A, Gebang Poreng, Jember, Kamis (29/8) malam.
Allah adalah tempat meminta, bukan yang lain. Apapun yang dikehendaki manusia, maka Allah-lah jujugan permohonannya. Sebab Dialah yang punya kuasa memberi dan menolak segala permintaan manusia.
Demikian disampaikan Pengasuh Manaqiban Syekh Abdul Qadir Jailani Jember, KH Ahmad Muzakki Syah saat memberikan tausiah kepada para jamaah di kediamannya, Jalan Manggar Nomor 139A, Gebang Poreng, Jember, Kamis (29/8) malam.
Menurutnya, sebagai Dzat Yang Maha Memberi, maka Allah harus ditempatkan sebagai satu-satunya gantungan permohonan manusia. Sedangkan yang lain, semisal ziarah kubur, sowan kepada ulama, dan sebagainya hanya sebagai washilah (perantara) sebelum permohonan (doa) itu sampai kepada Allah.
“Jangan minta kepada saya, jangan minta ke kiai, jangan minta ke habib, tidak boleh. Syirik. Mintalah hanya kepada Allah, satu-satunya,” tegasnya.
Seperti diketahui, setiap malam Jumat (Kamis malam), khususnya Jumat legi, Manaqiban Syekh Abdul Qadir Jailani Jember menggelar Istighotsah dan Dzikir Bersama di Kompleks Pesantren Al-Qodiri, Jl Manggar Nomor 139A, Gebang Poreng, Kelurahan Gebang, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Peserta yang hadir mencapai puluhan ribu orang. Mereka berasal dari seluruh pelosok Nusantara, seperti Jawa, Lampung, Kalimantan, bahkan Brunei Darussalam, dan Malaysia.
Sejumlah pejabat penting di negeri ini juga pernah hadir di acara tersebut, seperti Susilo Bambang Yudhoyono (saat jadi Presiden), Presiden Jokowi, sejumlah menteri dan gubernur.
“Monggo, kalau mau berdoa di sini bersama saya, memohon kepada Allah. Bukan meminta kepada Kiai Muzakki. Saya hanya tukang doa bersama jamaah. Kalau ada calon bupati datang ke sini, lalu jadi, itu bukan karena saya, tapi karena Allah,” ucapnya.
Kiai Muzakki juga bercerita soal pesantren yang dibangunnya, Al-Qodiri. Katanya, pesantren tersebut awalnya hanya menempati lahan seluas 3.000 meter persegi. Namun karena orang yang mempercayakan anaknya kepada pesantren tersebut terus bertambah, akhirnya lahannya dikembangkan sehingga saat ini mencapai 24 hektare.
“Santri-santri saya wajib tahu soal Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Wajib NU, walaupun di sini juga ada santri non-Muslim,” jelasnya.
Pewarta: Aryudi AR
Editor: Muchlishon