Kiai Said Aqil Tegaskan Redistribusi Tambang Harus Dilakukan Secara Adil dan Transparan
Rabu, 3 Juli 2024 | 15:00 WIB
Ketua LPOI KH Said Aqil Siroj dalam Peluncuran Indonesia-Tiongkok Cultural and Training Center (Pusat Kebudayaan dan Pelatihan Indonesia-Tiongkok) di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, pada Selasa (2/7/2024). (Foto: dok panitia)
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) KH Said Aqil Siroj mengeluarkan pernyataan sebagai tanggapan atas izin usaha pertambangan bagi ormas keagamaan.
Kiai Said menegaskan bahwa redistribusi dan realokasi tambang harus dilakukan secara adil dan transparan.
Hal tersebut diungkapkan Kiai Said dalam acara Peluncuran Indonesia-Tiongkok Cultural and Training Center (Pusat Kebudayaan dan Pelatihan Indonesia-Tiongkok) di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, pada Selasa (2/7/2024).
“Inisiasi redistribusi dan relokasi sumber daya harus dilaksanakan secara adil dan transparan serta memihak kemaslahatan semuanya, terutama kemaslahatan sosial dan lingkungan,” jelas Kiai Said.
Menurut Kiai Said, isu izin usaha pertambangan bagi ormas keagamaan telah mengguncang jagad media sosial dan mencengangkan masyarakat di akar rumput. Bahkan, menjadi polemik nasional sehingga harus disikapi dengan arif dan bijaksana.
Di sisi lain, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmah 2010-2021 itu juga berharap, izin usaha pertambangan dapat melahirkan peluang kemandirian ormas. Namun, harus tetap mempersiapkan kebijakan yang memadai agar tak gegabah hingga melahirkan fitnah.
“Realitasnya ada harapan dan peluang menuju kemandirian ormas, tetapi di sisi lain sudah seharusnya pula perlu disiapkan perangkat kebijakan yang memadai dan diperlukan kesiapan yang masif serta tidak terkesan gegabah yang memicu lahirnya fitnah,” ujarnya.
Kiai Said juga menyinggung tuduhan mengenai motif politik atas pemberian konsesi tambang yang harus ditepis dengan itikad baik.
“Penyelenggara negara segera mengajak seluruh ormas agama duduk bersama, mengobrol bersama secara terbuka, dan transparan dalam mendiskusikan lokus dan fokus kebijakan serta mewujudkan komitmen pengelolaan yang pro-lingkungan dan lebih pro terhadap masyarakat,” tegasnya.
Menurut Kiai Said, pertemuan tersebut bertujuan agar ke depan tidak ada lagi desas-desus terkait cuci piring nasional dan seolah olah akan pemindahan tanggung jawab recovery dan reklamasi tambang, serta resolusi konflik pasca-tambang.
“Maka perlu dipertegas peta potensi lokus izin tambang yang akan diberikan. Demikian halnya supaya tidak menjadi kesempatan bagi para pembenci pemerintah untuk menuduh-nuduh, seolah olah lokasi yang diberikan tinggal tulang-tulang belaka,” ungkapnya.
Dalam memontum ini, Kiai Said menyampaikan bahwa ormas-ormas di bawah LPOI siap menjadi garda terdepan untuk mengawal kebijakan perizinan khusus pertambangan dengan syarat kritis.
Ia lantas meminta pemerintah untuk segera memastikan perangkat perundang-undangan yang memadai dalam perizinan, serta membuka secara transparan lokus redistribusi dan relokasi sumber daya alam, khususnya mineral dan batu bara.
“Memastikan dan memampukan ormas-ormas keagamaan agar berkemampuan mengelola sumber daya alam khususnya mineral dan batubara secara ramah lingkungan dan berpihak kepada masyarakat sosial serta berorientasi pada keberlanjutan pembangunan,” paparnya.
Ia juga mendesak pemerintah untuk memastikan adanya upaya penyelamatan lingkungan hidup di sektor pertambangan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan bersama ormas keagamaan dan stakeholder bangsa lainnya.
“Membuka kepada publik secara transparan aset dan sumber daya alam yang telah dikelola para pihak agar berorientasi kepada kemakmuran bangsa dan negara supaya tidak melahirkan ketimpangan dan tidak melahirkan kapitalis,” tambahnya.
Kiai Said juga meminta pemerintah agar menjamin dan memastikan tanggung jawab sosial sekaligus tanggung jawab lingkungan dapat berjalan baik agar pengelolaan tambang tidak eksploitatif.
“Negara tidak boleh kalah dengan siapa pun. Negara tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya. Demikian halnya negara harus hadir untuk melindungi kepentingan sosial, kepentingan lingkungan, kepentingan ekonomi, serta secara seimbang dan berkelanjutan,” pungkasnya.