Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menjelaskan adat Minangkabau sebagai Islam Nusantara dalam silaturahmi dan dialog bersama PWNU dan PCNU se-Sumatra Barat.
Padang, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menegaskan bahwa sebenarnya falsafah adat Minangkabau, ‘Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah’, Sumatera Barat sudah merupakan Islam Nusantara. Artinya, kearifan lokal dengan menerima perpaduan adat dan agama, itulah ciri khas dari Islam Nusantara.
Hal itu ia sampaikan di hadapan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sumatera Barat dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) se-Sumatera Barat, di aula Rektor Universitas Negeri Padang, Sabtu (27/11/2021).
"NU dengan Islam Nusantaranya ingin mengembangkan Islam yang berakhlak dan berbudaya. Dengan budaya akan memperkuatkan kehidupan beragama di tengah masyarakat. Tantangan budaya nusantaran saat ini memang sangat berat. Karena pengaruh medio sosial ini sangat luar biasa dalam kehidupan sekarang. Karena itu jagalah budaya kita sendiri. Jangan terpengaruh dan ikut-ikutan dengan budaya luar, sekalipun di luar negeri menuntut ilmu," kata Kiai Said.
Islam Nusantara yang disampaikan Nahdlatul Ulama, jelasnya, bukanlah agama baru, keyakinan baru, sekte agama baru maupun ajaran agama baru. Akan tetapi Islam Nusantara merupakan ciri khas Islam di Indonesia. Islam Nusantara merupakan Islam yang toleran dengan nilai-nilai budaya yang sudah tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat sebelum Islam masuk ke Indonesia.
"Bagi NU, memandang budaya itu sebagai infrastruktur agama sehingga umat beragama menjalankan kewajiban agamanya disesuaikan dengan budaya yang sudah (ada). Kita temui acara mauludan, pakai sarung, kopiah hitam di kepala, pemakaian beduk di masjid sebagai tanda masuknya waktu shalat, semuanya itu bukanlah berasal dari Arab. Semua itu merupakan budaya yang dikaitkan dengan nilai-nilai agama. Sejak itu, semua hal di atas menjadi bagian dari kegiatan keagamaan," katanya.
Kiai Said mencontohkan dirinya yang 13 tahun belajar di Timur Tengah, Arab Saudi. Begitu juga ulama-ulama terdahulu belajar di Makkah, mereka pulang bukan membawa budayanya, tetapi membawa ilmu yang akan dikembangkan. Oleh karena itu, belajar bertahun-tahun di Timur Tengah maupun di Eropa dan Amerika baik, akan tetapi tetap berada dalam budaya Nusantara.
“Jangan pula sampai berbudaya dan bersikap seperti budaya di mana mereka pernah belajar bertahun-tahun,” tegas Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta Selatan itu.
Acara bertajuk silaturrahmi dan dialog bersama itu dipandu Sekretaris PWNU Sumbar Suleman Tanjung. Turut memberikan sambutan Ketua PWNU Sumbar Prof Ganefri, dihadiri Musytasar PWNU Prof Asasriwarni, A'wan PBNU Buya Tuanku Bagindo M Leter, dan sejumlah pengurus PWNU dan PCNU di Sumatera Barat.
Kontributor: Armaidi Tanjung
Editor: Syakir NF