Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengungkapkan bahwa masa muda pendiri NU KH Hasyim Asy’ari adalah sosok yang idealis. Pasalnya, masa mudanya sudah memilki komitmen nasionalisme yang sangat tingggi.
“Selama KH Hasyim Asy’ari mukim di Makkah (saat muda), hanya berdoa untuk kemerdekaan Indonesia. Kalau kita ke sana (Makkah) kan beda-beda doanya. Ada yang ingin kaya, ada yang ingin naik pangkat,” katanya pada acara Tasyakuran Hari Santri Nasional 2021, pada Rabu (20/10/2021).
Pengakuan sikap naisonalisme Kiai Hasyim, lanjut Kiai Said, juga mendapat pengakuan dari teman-teman sejawatnya saat masih muda.
Dalam acara yang bertajuk Kemandirian Organisasi Menyongsong Satu Abad Jam’iyyah Nahdlatul Ulama itu, Kiai Said juga mengatakan bahwa semangat nasionalisme Kiai Hasyim tidak hanya diakui oleh bangsa sendiri, melainkan juga bangsa lain.
“(Buktinya), wartwan Makkah bernama Asad Syihab menulis buku berjudul Al-Allamah Muhammad Hâsyim Asy’arî Wâdhi’u Istiqlâli Indunîsia (Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari perintis kemerdekaan Indonesia),” terang Pengasuh Pesantren Luruh Al Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan itu.
Hari Santri layak diakui
Pada kesempatan itu, Kiai Said juga menegaskan bahwa penetapan Hari Santri layak mendapat pengakuan dari negara. Menurutnya, Hari Santri merupakan momen untuk mengingat perjuangan kiai beserta santri-santrinya dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
“Hari Santri layak diakui negara sebagai hari nasional yang mencerminkan batapa peran kiai dan santri sangat besar dalam menyikapi penjajah Belanda atau Jepang,” Kiai Said menandaskan.
Kiai kelahiran Cirebon, Jawa Barat itu mencontohkan sikap nasioanlisme santri melalui kisah ayahnya sendiri, Kiai Aqil Siroj yang hidup pada masa penjajahan belanda.
Menurutnya, saking besarnya komitmen nasiolaisme dan sikap anti Belandanya saat itu, sang ayah tidak mau belajar bahasa Belanda sama sekali.
“Bahasa Belandanya selamat pagi pun tidak ia tahu. Bukan tidak tahu, tapi tidak ingin tahu, tidak mau bisa. Saking bencinya terhadap Belanda,” kata Kiai Said.
“Mari kita bersyukur kepada Allah bahwa bangsa Indonesia mempunyai karakter, punya kepribadian, yaitu kepribadian bermoral santri yang ahli ibadah, religius, amanah, santun, dan berakhlakul karimah,” pungkas Kiai Said.
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Fathoni Ahmad