Kisah Raja Dangdut Rhoma Irama Sowan KH Ali Maksum, Diminta Fokus Berkesenian
Ahad, 29 Januari 2023 | 06:30 WIB
Rhoma Irama, salah satu musisi legendaris yang bakal tampil pada Puncak Resepsi 1 Abad NU di Stadion Delta Sidoarjo, Jawa Timur, 7 Februari 2023 mendatang. (Foto: Instagram @rhoma_official)
Jakarta, NU Online
Musisi dangdut legendaris Indonesia, H Rhoma Irama menjadi salah satu artis beken yang bakal mengisi Puncak Resepsi 1 Abad NU di Stadion Delta Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (7/2/2023) mendatang. Pria kelahiran Tasikmalaya 76 tahun lalu itu begitu antusias bakal memeriahkan perhelatan akbar 1 Abad NU bersama grup musik miliknya, Soneta.
“Pada resepsi Seabad NU di Sidoarjo, Insyaallah saya dan Soneta Group akan tampil untuk memeriahkan acara tersebut,” ujar Rhoma Irama kepada NU Online, Sabtu (28/1/2023).
Sosok pemilik nama asli Oma Irama (RH di depan namanya merupakan singkatan dari Raden Haji-red) itu lekat dengan nada dan dakwah serta lirik-lirik lagu yang penuh dengan nafas ajaran Islam. Salah satu sebabnya ialah karena Rhoma merupakan pribadi yang patuh terhadap titah atau nasihat ulama.
Kisah patuhnya Bang Haji, sapaan akrabnya, diungkap oleh penulis sejarah-sejarah Sunda, Iip D. Yahya di laman NU Online Jabar.
Iip yang kini menggawangi Media Center PWNU Jawa Barat itu menceritakan ketika dirinya masih menjadi santri di Krapyak Yogyakarta asuhan Rais Aam PBNU, KH Ali Maksum. Rhoma Irama merupakan salah satu tokoh yang sowan di kediaman Kiai Ali Maksum pada awal tahun 1985.
Iip menerangkan bahwa kedatangan Raja Dangdut ke Pesantren Krapyak membuat para santri berduyun-duyun melihatnya. Termasuk dirinya yang kala itu duduk di bangku kelas 3 madrasah tsanawiyah (MTs).
“Tokoh Sound of Muslim itu memang magnet,” kata Iip menggambarkan para santri yang ‘kalap’ berbondong-bondong ke ndalem Kiai Ali Maksum untuk melihat sosok Rhoma Irama. Kediaman Kiai Ali tentu saja tidak muat sehingga pertemuan dengan Rhoma Irama dipindahkan ke gedung baru yang lebih luas.
Iip menceritakan bahwa dirinya ingat ketika Rhoma Irama membacakan sebuah ayat, “Wa qaatilul musyrikiina kaaffah, kamaa yuqaatiluunakum kaaffah.” Lalu dilanjutkan pidato dengan penuh semangat. Para santri pun belum memahami maksud yang disampaikan Rhoma Irama.
Sampai pada akhirnya, lanjut Iip, tibalah shalat Jumat. Iip dan sahabat-sahabatnya bersyukur selalu mendapati shalat Jumat dengan KH Ali Maksum.
Usai salam, kisah Iip, ia dan kawan-kawannya segera menyerbu KH Ali Maksum untuk mencium tangannya. Lalu duduk di sekitarnya menunggu beliau ber-dawuh. Satu-dua santri memijat kakinya yang berselonjor.
“Kalian mau tahu, apa maksud kedatangan Rhoma Irama tempo hari itu?” ujar Kiai Ali Maksum seperti ditulis Iip.
“Nggiiih,” kompak para santri menjawab.
“Dia datang untuk meminta izin perang,” lanjut Kiai Ali Maksum.
“Tentu saja kami tidak mengizinkan. Dia diminta untuk fokus saja berkesenian dan menyerahkan urusan (konflik) politik kepada para ulama,” tutur Kiai Ali Maksum kala itu.
Belakangan, Iip diperlihatkan sebuah majalah oleh Pak Ambas yang berasal dari Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Isinya liputan Peristiwa Tanjung Priok, 12 September 1984.
Ada sebuah foto yang memperlihatkan ribuan massa yang mengantarkan jenazah Amir Biki, salah seorang tokoh pendakwah yang tewas dalam peristiwa itu.
“Sampai saat ini dia (Rhoma Irama) tetap idola. Salah satunya, mungkin, karena waktu itu mau mendengar nasihat ulama,” tandas Iip.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Musthofa Asrori