Koalisi Masyarakat Sipil Desak Penundaan Pemberlakuan KUHAP
Kamis, 20 November 2025 | 15:30 WIB
Jakarta, NU Online
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mendesak penundaan pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru. DPR menjadwalkan KUHAP baru akan berlaku pada 2 Januari 2026.
"Demi mencegah kekacauan sistem peradilan pidana, perlu ada penundaan pemberlakuan KUHAP Baru, setidaknya minimal satu tahun sebagai masa transisi untuk menyelesaikan aturan-aturan pelaksana, sosialisasi terhadap seluruh lapisan masyarakat dan aparat pelaksana, simulasi-simulasi penerapan pengaturan, termasuk membuka kemungkinan untuk mengubah substansi-substansi yang fatal," katanya melalui keterangan yang diterima NU Online, pada Kamis (20/11/2025).
Isnur menegaskan, pembaruan KUHAP menekankan pentingnya membahas substansi KUHAP tanpa stigma dan tuduhan yang tidak perlu, termasuk tuduhan hoaks.
Hal ini merujuk pada pernyataan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman yang menyebut poster dari Bijak Memantau dan Indonesian Matters sebagai hoaks terkait RUU KUHAP sebelum putusan dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026 di Gedung Nusantara II, Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Selasa (18/11/2025).
"Koalisi telah melakukan proses advokasi yang panjang, kami sendiri pun telah memberikan rekomendasi sampai dengan tersedianya draft utuh RUU KUHAP dan Naskah Akademik versi Masyarakat Sipil. Kami selalu siap bertarung dalam ranah substansi, bukan tuduhan dan stigma," jelas Isnur.
Ia menjelaskan bahwa pembahasan RUU KUHAP memiliki tingkat kerumitan dan teknis yang tinggi. Bahkan sebagian aparat penegak hukum belum tentu memahami secara utuh materi yang tertuang dalam KUHAP.
Ia menyerukan agar Ketua Komisi III DPR RI tidak merespons kekhawatiran publik dengan stigma hoaks atau tuduhan lain yang tidak berdasar.
"Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto harus menunda pelaksanaan KUHAP Baru yang telah disahkan dan mengatur masa transisi minimal 1 (satu) tahun sejak disahkan dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang penundaan pemberlakuan KUHAP," katanya.
Selain itu, lanjutnya, Isnur mendorong Presiden dan DPR RI untuk mempercepat agenda reformasi kepolisian, termasuk memperbaiki substansi yang dinilai fatal dalam KUHAP baru.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Lampung Prof Rudy menyatakan, karena KUHAP sudah disetujui bersama, maka undang-undang tersebut harus dijalankan terlebih dahulu, terutama karena KUHP juga akan mulai diberlakukan awal tahun depan.
"Jika pun ada permasalahan yang ada akan bisa diperbaiki dengan perbaikan konstitusional melalui MK (Mahkamah Konstitusi), khususnya pasal-pasal yang mengancam HAM (Hak Asasi Manusia)," katanya.