Komisi BM Waqi'iyah Munas NU: Pemerintah Perlu Atur Regulasi Dam Haji
Selasa, 19 September 2023 | 10:45 WIB
Sidang Komisi Bahtsul Masail (BM) Waqi'iyah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) 2023 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (18/9/2023) malam. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Komisi Bahtsul Masail Waqi'iyah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama 2023 membahas tata kelola dan manfaat dam haji. Salah satu hal yang ditanyakan dalam tema ini adalah bagaimana fiqih memandang peran pemerintah dalam tata kelola pelaksanaan dam jamaah haji.
Menjawab pertanyaan tersebut, hampir seluruh peserta bersepakat perlu adanya regulasi yang ditetapkan pemerintah dalam mengelola dam. Pasalnya, selama ini banyak kekhawatiran akan ketidakabsahan dam haji. Hal ini mengingat harga hewan dam yang di bawah standar. Fakta tersebut mengindikasikan hewan dam belum memenuhi kriteria yang diperbolehkan untuk disembelih.
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Aniq Muhammadun dalam kesempatan itu bercerita perihal pengalamannya berhaji tahun 2002. Saat itu, ia ditipu oleh penyalur dam haji. Ketika ia meminta ditunjukkan hewannya, tampak belum memenuhi standar yang diperbolehkan sebagai hewan dam.
Kiai Aniq pun meminta agar hewannya memenuhi standar. Tak pelak, penyalur itu menunjukkan hewan yang lebih besar lagi. Karena berbeda dengan hewan awal, penyalur dan penjual itu meminta harga lebih. Tentu Kiai Aniq menolak karena dari awal hewan yang dikehendaki yang memenuhi standar.
"Ini satu pembohongan. Banyak pedagang yang tidak jujur. Saya membuktikan sendiri," kata Pengasuh Pondok Pesantren Manbaul Ulum Pakis, Tayu, Pati, Jawa Tengah itu.
Hal tersebut mengindikasikan ada banyak orang lain yang terkena penipuan demikian sehingga damnya dikhawatirkan tidak sah. Hal ini juga berdampak pada kesahan hajinya.
Menanggapi itu, peserta lain mengajukan bahwa di situlah pentingnya dam itu dilakukan di Indonesia sehingga dapat lebih terkontrol keabsahannya. Pun dagingnya juga bisa dimanfaatkan bagi fakir miskin terdekat.
Namun, Kiai Aniq tidak sepakat dengan hal tersebut. Sebab, ia berpendapat bahwa hal tersebut harus dilakukan di tanah haram. Hanya saja, perlu ada pengawasan dan aturan khusus agar dapat lebih teramati.
Peraturan ini diusulkan oleh para mubahitsin (peserta bahtsul masail) dapat dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Haji. Hal ini perlu disampaikan kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).