Komnas Haji dan Umrah Apresiasi Putusan MA terkait Pengembalian Aset Jamaah oleh First Travel
Jumat, 6 Januari 2023 | 15:30 WIB
Jakarta, NU Online
Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj mengapresiasi putusan Peninjauan Kembali (PK) yang diterbitkan Mahkamah Agung (MA) atas putusan pidana kasus penipuan ribuan jamaah umrah yang dilakukan oleh petinggi travel/PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah) First Travel yang telah divonis menipu ribuan jamaah umrah.
“Saya sebagai kuasa hukum korban jamaah umrah First Travel sangat mengapresiasi putusan Peninjauan Kembali (PK) yang diterbitkan para Hakim Agung di Mahkamah Agung. Ini adalah putusan progresif dan berpihak kepada jamaah yang sebenarnya sudah sangat lelah dan hampir saja putus asa menanti hadirnya keadilan,” kata Mustolih Siradj yang juga pengacara pembela 1.000 jamaah umrah korban First Travel.
Untuk itu, Mustolih meminta Mahkamah Agung agar segera mempublikasikan salinan putusan PK tersebut secara utuh di website direktori penelusuran perkara sebagai bentuk transparansi.
“Mahkamah Agung perlu segera mempublikasikan putusan PK tersebut. Saya sudah cek per hari ini pada direktori putusan di website resmi MA, tetapi tampaknya belum di-publish,” katanya.
Menurutnya, jika merujuk pada putusan-putusan sebelumnya, tidak kurang ada 810 jenis barang bukti yang dijadikan alat bukti pada perkara bos First Travel. Ada yang dikembalikan ke Jaksa, ada yang dikembalikan kepada para saksi yang dahulu disita, tetapi sebagai besar dirampas oleh negara. Jenisnya pun bermacam-macam mulai dari kwitansi, dokumen, alat-alat elektronik, tabungan, kendaraan, deposito, polis asuransi dan sebagainya.
“Barang bukti yang mana, apa saja yang dikembalikan ke jamaah, apakah masih bernilai ekonomis atau tidak, itu baru bisa diketahui setelah salinan putusan PK dipublikasikan,” tambahnya.
Wakil Ketua DPC Peradi Tangerang ini selanjutnya menegaskan, jika PK sudah diterima, dia selanjutnya akan menempuh beberapa langkah lanjutan yakni menelusuri keberadaan aset-aset tersebut kepada pihak-pihak terkait, di mana bukti-bukti itu saat ini berada dan disimpan, siapa yang bertanggung jawab menyimpannya. Langkah selanjutnya baru menghitung nilai asetnya berapa, lalu meminta pihak terkait bagaimana prosedur dan tata cara pembagian aset kepada jamaah korban Fisr Travel.
“Para korban sangat berharap uang mereka masih kembali,” kata Mustolih.
Aset-aset yang diduga dinikmati dan telah disita dari ketiga terpidana tersebut maupun pihak ketiga yang pada putusan sebelumnya dirampas dan diambil oleh negara, melalui upaya hukum luar biasa (PK) direvisi oleh MA, kini harus dikembalikan kepada jamaah. Sebab aset-aset tersebut bukan milik negara melainkan berasal dari setoran bayaran jamaah yang gagal diberangkatkan.
Putusan PK tersebut menjadi antiklimaks dan membalik putusan Nomor: 84/Pid.B/2018/PN.Dpk di Pengadilan Negeri Depok, putusan Nomor : 196/PID/2018/PT.BDG di Pengadilan Tinggi Bandung, maupun putusan Nomor: 3095 K/PID.SUS/2018 di Mahkamah Agung di tingkat Kasasi yang menyatakan sebagian aset-aset dari First Travel dirampas dan diambil untuk negara.
Keputusan-keputusan tersebut membuat ribuan calon jamaah umrah yang menjadi korban ketika itu sangat kecewa, terpukul dan makin tragis nasibnya. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Setoran uang hilang, tidak bisa berangkat ke tanah suci lalu uang hasil jerih payah puluhan tahun dirampas oleh negara.
Putusan semacam itu menurutnya bukan saja sulit diterima logika dan akal sehat, namun juga melukai rasa keadilan masyarakat terutama korban. Karena tidak ada aset dan harta benda negara yang terbawa apalagi dirugikan.
Pewarta: Alhafiz Kurniawan
Editor: Muhammad Faizin