Nasional

Kompolnas Sebut Wacana Reformasi Kepolisian Belum Punya Arah yang Jelas

Selasa, 7 Oktober 2025 | 20:00 WIB

Kompolnas Sebut Wacana Reformasi Kepolisian Belum Punya Arah yang Jelas

Gambar hanya sebagai ilustrasi berita. Barikade polisi sedang mengamankan jalannya demonstrasi di Jakarta. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Gufron Mabruri menilai wacana reformasi kepolisian masih belum menemukan arah yang jelas.


Meski seluruh pihak, baik dari pemerintah, masyarakat sipil, maupun internal Polri sendiri, telah sepakat tentang urgensi pembenahan lembaga kepolisian, hingga kini belum ada kesepakatan konkret mengenai aspek apa yang harus direformasi.


“Kalau kita lihat dinamika wacana yang berkembang di publik, semua pihak sepakat soal pentingnya reformasi kepolisian. Tapi yang menjadi pekerjaan rumah sampai sekarang adalah apa yang sebenarnya perlu direformasi. Ini isu yang belum solid,” ujar Gufron dalam diskusi yang diadakan secara daring, Kamis (7/10/2025).


Ia menjelaskan bahwa untuk menindaklanjuti wacana itu, Kompolnas telah membentuk Tim Analisis Reformasi Polri yang bertugas menghimpun pandangan dari berbagai elemen masyarakat.


Menurutnya, langkah itu penting agar arah reformasi kepolisian memiliki dasar analisis yang komprehensif dan tidak bersifat parsial.


“Kami sedang bekerja mengumpulkan saran dan masukan dari berbagai elemen masyarakat sipil, akademisi, NGO, dan juga teman-teman mahasiswa. Basis reformasinya harus komprehensif, tidak bisa parsial,” jelasnya.


Gufron mengatakan bahwa perbedaan pandangan antaraktor turut menjadi penyebab belum solidnya agenda reformasi kepolisian. Pemerintah, kepolisian, dan masyarakat sipil, kata dia, masing-masing memiliki prioritas dan tafsir sendiri terhadap bentuk reformasi yang diinginkan.


“Pemerintah mungkin dengan versinya, internal kepolisian dengan versinya, dan masyarakat sipil juga punya versi sendiri. Nah, perbedaan ini yang membuat agenda reformasi belum punya arah yang solid,” katanya.


Ia menjelaskan bahwa Kompolnas telah berupaya merumuskan agenda bersama dengan mendengarkan langsung persoalan di lapangan. Dari sejumlah diskusi dan laporan yang diterima, terdapat beberapa isu yang secara konsisten muncul dari masyarakat sipil.


“Beberapa isu yang muncul antara lain soal intervensi politik dan ekonomi terhadap kepolisian, kewenangan Polri yang dinilai terlalu luas, serta masih kuatnya pendekatan represif dalam penanganan unjuk rasa,” ungkapnya.


Ia menambahkan, persoalan internal Polri seperti sistem pendidikan, pembinaan karier, dan kesetaraan gender juga masih menjadi catatan yang belum sepenuhnya dijalankan.


Dorongan eksternal sangat diperlukan

Gufron menegaskan bahwa agenda reformasi kepolisian tidak bisa dijalankan hanya oleh pemerintah atau Polri sendiri. Reformasi harus menjadi agenda bersama seluruh elemen bangsa, termasuk kelompok masyarakat sipil dan media.


“Reformasi kepolisian bukan cuma milik pemerintah atau Kompolnas. Ini agenda bersama. Dorongan dari eksternal menjadi posisi politik yang sangat penting agar agenda ini benar-benar dijalankan,” tuturnya.


Ia juga menekankan pentingnya pengawalan terhadap implementasi rekomendasi reformasi agar tidak berhenti di level wacana.


“PR-nya bukan cuma menyusun rekomendasi, tapi memastikan rekomendasi itu dijalankan. Misalnya soal pengawasan internal dan eksternal, atau soal praktik koruptif di internal kepolisian itu semua perlu dikawal bersama,” ujarnya.


Menurut Gufron, langkah reformasi tidak cukup berhenti pada perbaikan struktur, instrumen, atau kultur organisasi semata, tetapi juga memastikan adanya tindakan nyata dan penegakan hukum yang tegas di dalam tubuh kepolisian.


“Pastikan penindakan berjalan, tidak berhenti di etik saja. Kalau ada dugaan pidana, proses pidananya juga harus jalan. Jadi reformasi ini bukan hanya pada level struktur, tapi juga memastikan tindak lanjutnya benar-benar terjadi,” tegasnya.