Nasional

Kongres Ke-13 JATMAN, Gus Yahya Kisahkan Pandangan Batin Gus Dur, Mbah Lim, dan Kiai Mansur

Sabtu, 21 Desember 2024 | 19:30 WIB

Kongres Ke-13 JATMAN, Gus Yahya Kisahkan Pandangan Batin Gus Dur, Mbah Lim, dan Kiai Mansur

Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf saat memberikan sambutan pada pembukaan Kongres Ke-13 JATMAN di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Sabtu (21/12/2024). (Foto: NU Online/Ahmad Naufa)

Boyolali, NU Online

Pembukaan Kongres Ke-13 JATMAN (Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyah) yang digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berlangsung di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, 21 Desember 2024. 


Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, menyampaikan bahwa Kongres Ke-13 JATMAN adalah kongres reguler yang merupakan bagian dari mekanisme rutin organisasi. 


"Saya menegaskan kembali bahwa Kongres ke-13 JATMAN yang kita mulai hari ini adalah kongres reguler, kongres yang biasa, bagian dari mekanisme rutin keorganisasian JATMAN yang dilakukan secara berkala di setiap akhir masa bakti kepengurusan," ujar Gus Yahya.


Gus Yahya menyinggung tentang Kongres Ke-13 JATMAN diikuti oleh para pengamal tarekat di mana mereka adalah orang-orang yang mempunyai pandangan tajam (ahlud dhamir). 


Kiai asal Rembang ini mengisahkan sebuah cerita tentang Kiai Mansur bin Kiai Abdullah Hafidz yang pernah sowan ke Kiai Muslim Rifai Imam Puro di Klaten. 


"Saya mendapatkan riwayat dari seorang mursyid thariqah di Rembang, namanya Kiai Mansur bin Kiai Abdullah Hafidz. Beliau dulu bersama-sama dengan kiai lain-lain yang pertama kali menginisiasi JATMAN pada tahun 1979," ungkap Gus Yahya


Pada suatu ketika Kiai Mansur sowan kepada Kiai Muslim Rifai Imam Puro di Jatinom, Klaten di waktu pagi menjelang siang. Karena Kiai Mansur ini putra Kiai Abdullah Hafidz, seorang mursyid besar pada waktu itu, maka Nyai Muslim menyiapkan jamuan yang agak luar biasa, menyiapkan makan siang yang lengkap dengan buah-buahan dan sebagainya. 


Tapi setelah semuanya siap, tiba-tiba Mbah Lim mengatakan kepada Kiai Mansur, "Ayo ikut aku, ayo ikut aku!." Kiai Mansur ini diajak pergi. 


Kata Kiai Muslim, "Natanya (makannya) di sini, makannya di Jombang," Sehingga selesai jamuan itu ditata di meja rumah Mbah Lim, kemudian malah tidak jadi diajak makan. Justru Kiai Mansur malah diajak pergi ke Jombang.


Kiai Mansur dalam hati agak kecewa karena di sana ada makanan favorit Kiai Mansur berupa apel warna merah. "Itu kesukaan Kiai Mansur, sudah disediakan di situ malah enggak jadi makan, malah diajak pergi ke Jombang." kisah Gus Yahya. 


Mereka kemudian pergi ke Jombang. Sesampainya di Jombang sekitar menjelang asar mungkin. Ketika sampai di Tebuireng, ternyata Gus Dur sudah menunggu di gerbang pondok.

 

Kisah tersebut terjadi sekitar pada akhir 80-an atau awal 90-an di mana pada masa itu belum ada orang punya HP, dan di rumahnya Mbah Lim juga tidak ada pesawat telepon. Bisa jadi di Tebuireng juga belum ada telepon.


Namun, anehnya, saat sampai di Tebuireng, Gus Dur sudah menunggu di pintu gerbang. Dan begitu turun, Gus Dur bilang, "Sudah saya tunggu-tunggu, ayo kita langsung masuk makan dulu, kita langsung masuk makan, ayo sekarang." 


Mbah Lim, Kiai Mansur, dan Gus Dur bertiga masuk rumah. Sambil berjalan beriringan Gus Dur mengatakan kepada Kiai Mansur, "Jangan khawatir, di sini nanti juga ada apelnya."


Dari kisah itu, Gus Yahya memberikan pandangan batin ahlut thariqah, "Saya kira gambaran ahlut thariqah yang sejati seperti ini, yang enggak usah ngomong sudah sama-sama tahu." 


Gus Yahya memastikan Kongres Ke-13 JATMAN akan berjalan aman tanpa ada kendala berarti. 


"Jadi jangan khawatir, Pak Ali Maskur, Kongres JATMAN ini pasti akan adem karena ini sudah enggak butuh ngomong, sudah tahu sama tahu semua, Insyaallah. Dan kita juga tahu sama tahu bahwa semua ini dilakukan untuk kemaslahatan, untuk kemaslahatan warga dan seterusnya,” tegasnya.


Kiai asal Rembang ini beralasan bahwa berorganisasi membutuhkan aturan yang perlu ditata. "Karena konsolidasi nizam (aturan) ini jelas merupakan sesuatu, merupakan syarat yang tidak bisa ditawar di dalam perjuangan untuk mulia. Tidak mungkin kita berjuang tanpa nizam, mustahil perjuangan bisa dijalankan tanpa nizam yang baik." pungkasnya.