Jakarta, NU Online
Perkembangan dunia yang serba cepat menuntut segalanya juga bergerak sejalan dan seirama. Tak terkecuali dalam dunia dakwah. Kawula muda yang tergolong dalam generasi milenial lebih menggemari narasi dakwah yang singkat tetapi langsung mengena. Tak lebih dari satu sampai tiga menit.
“Inilah yang sebenarnya membuat anak muda suka melihat konten itu selain karena bahasanya, karena mudah, simpel, dan jelas alasannya,” kata Supriansyah dari Kindai Institute Banjarmasin, Kalimantan Selatan, saat menjadi panelis dalam Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019 di Hotel Mercure Batavia, Jakarta, Rabu (2/10).
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa konten singkat di media sosial (medsos) ini lebih digemari anak muda karena tidak bertele-tele. Pasalnya, kaum muda sekarang enggan atau tidak terlalu suka menyimak ceramah panjang.
Tak ayal, ia menyebut dakwah di medsos lebih berhasil menarik minat orang yang berusia muda saat ini ketimbang melalui website yang menggunakan narasi cukup panjang.
“Medsos sudah menjadi media dakwah yang masif ketimbang website,” katanya dalam konferensi bertema Digital Islam, Education, and Youth: Changing Landscape of Indonesian Islam itu.
Ia mencontohkan dikenalnya Fakhruddin Faiz melalui pengajian filsafatnya di Masjid Jenderal Sudirman, Yogyakarta. Hal itu, menurutnya, bukan karena ceramahnya yang panjang. Melainkan karena ada yang berinisiatif untuk membuat potongan satu menit dari ceramahnya yang kemudian disebarkan melalui sejumlah platform medsos, seperti Whatsapp, Instagram, dan Facebook. Dengan begitu, lanjutnya, orang lebih mudah membagikannya ke orang lain.
“Orang tuh pada senang kalau membagi-bagikannya,” ujarnya saat memaparkan hasil penelitiannya yang berjudul Politik Narsisisme dan Pos-Islamisme di Instagram: Dunia Digital di Kalangan Anak Muda Muslim.
Dengan begitu juga, bisa disimpulkan bahwa ada pergeseran bentuk dari narasi teks ke video. Menurutnya, orang-orang mulai beralih menonton video dari membaca teks. “Narasi teks mulai ditinggalkan diganti dengan video,” kata Pegiat Jaringan Gusdurian Kalimantan Selatan itu.
Dalam diskusi yang dipandu oleh dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Thaha Jambi di Agus Salim, ia berpanel dengan dosen UIN Sultan Thaha Jambi M Husnul Abid, dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Yanwar Pribadi, dan Wahyudi Akmaliah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Pewarta: Syakir NF
Editor: Musthofa Asrori