Nasional

Krisis Air, Pengungsi di Mumbulsari Tiga Hari Baru Mandi

Rabu, 22 Agustus 2018 | 18:15 WIB

Krisis Air, Pengungsi di Mumbulsari Tiga Hari Baru Mandi

Warga Dusun Munggulsari menerima bantuan Tim NU, Rabu (22/8)

Mataram, NU Online
Truk berwarna merah bersusulan dengan mobil warna krem di jalan raya di pantai Lombok Utara, Rabu (22/8) siang. Mobil truk itu membawa barang-barang bantuan seperti tandon air, genset, karpet, mi instan, beras, selimut. Sementara mobil satunya berisi Tim NU Peduli. 

Laju kedua mobil sempat melambat ketika berpapasan dengan kendaraan dari arah sebaliknya. Gumpalan debu segera terbang ke angkasa menjadi sebab sopir kedua mobil itu memelankan kendaraan yang tengah mereka stir. Gumpalan debu tidak hanya sesekali terlihat.

Hujan terakhir datang pada bulan April di Lombok Utara. Belum lagi puing-puing reruntuhan akibat gempa menjadi tambahan suasana memilukan bagi yang melihatnya.

Tiga jam sejak melaju dari Mataram, kedua mobil lalu berbelok ke kanan. Seorang relawan yang sudah bersiap menjemput di pinggir jalan menjadi petunjuk rute perjalanan yang masih harus ditempuh. 

Tim mesti bersabar karena ternyata lokasi penyaluran bantuan hari itu jauh masuk ke pedalaman. Kedua mobil berkelok ke kanan, menanjak, berkelok ke kiri lagi. Melintasi jalan berbukit dengan pepohonan dan rerumputan kecoklatan, menyempurnakan kemarau.

Tiba di lokasi penyaluran, Dusun Mumbulsari, Kecamatan Bayan, masih sekitar lima kilometer dari jalan utama, tanda-tanda kemarau lebih nyata lagi.

“Kami membeli air bersih. Satu truk seratus lima puluh ribu. Itu pun sekarang nggak sampai penuh karena mengambilnya jauh," kata H Muhammad Ilham, tokoh setempat kepada Tim.

Situasi itu membuat para pengungsi harus betul-betul menghemat pemakaian air. “Tiga hari baru mandi,” tambah H Ilham.

Sebelum datang gempa, warga sebenarnya memiliki saluran air dari sumber mata air di perbukitan. Sumber air dari lokasi tersebut berjarak tak kurang dari sepuluh kilometer dari pengungsian. "Kalau jalan kaki bisa setengah hari," kata Masjudi.

Sayangnya, pipa air di perbukitan patah oleh adanya gempa. Kontur tanah yang turun naik, membuat pipa-pipa tersebut mudah patah. Membuat sumur bor, rasanya juga tidak mungkin, karena bahkan dengan kedalaman 150 meter, belum tentu keluar air. "Tanahnya tinggi dan berupa bebatuan," kata Maizul, warga lainnya.

Biasanya warga membeli air untuk satu truk untuk satu keluarga. "Sudah tiga kali membeli air sejak gempa," kata Masjudi lagi.

Warga yang menerima bantuan genset dan tandon air merasa berterima kasih kepada Tim NU Peduli. Kedua barang itu memang menjadi paket bantuan untuk mereka.

Namun dengan mahalnya harga air, mereka lalu mengatakan akan baik jika Tim memberikan sumbangan berupa pipa yang baru yang bisa mengganti dan menyambungkan kembali air dari mata air di perbukitan.

Lukman, relawan yang tadi menjemput Tim dari jalan raya menambahkan jika pipa pengganti tersebut sudah tersedia, akan dapat memenuhi kebutuhan air untuk dua desa.

“Walaupun jauh dan letaknya di perbukitan, warga sudah siap untuk bergotong royong kalau memang ada bantuan," ujaranya meyakinkan Tim.

Tim menanggapi, permintaan tersebut akan dipertimbangkan. (Kendi Setiawan)


Terkait