Kunjungi Pameran Manuskrip di PCNU Kota Bekasi, Gus Ulil Jelaskan Peran Ulama Aswaja
Selasa, 29 Oktober 2024 | 17:00 WIB
Ketua PBNU Gus Ulil Abshar Abdalla saat menghadiri Pameran Akbar Karya Ulama Nusantara di Kantor PCNU Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (29/10/2024). (Foto: NU Online/Aru)
Bekasi, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Abshar Abdalla mengunjungi pameran berbagai koleksi manuskrip di Gedung NU Centre El-Said, Kantor PCNU Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa (29/10/2024).
Kegiatan yang dikemas dalam rangka Hari Santri 2024 ini menampilkan sejumlah manuskrip karya-karya ulama Nusantara sejak abad ke-15 sampai abad ke-20 masehi.
Adapun karya yang diangkat di antaranya karya Sunan Bonang hingga karya-karya ulama Kota Bekasi.
Gus Ulil berkeliling dan sempat membaca naskah-naskah kuno tersebut, di antaranya naskah Sulalatus Salatin yang dikenal naskah sejarah Melayu yang ditulis oleh penasihat kesultanan Aceh.
Terlihat sejumlah pelajar, mahasiswa, anggota Fatayat NU, Muslimat dan Banom NU lainnya turut hadir.
Gus Ulil menggarisbawahi pentingnya mengenalkan Islam Aswaja kepada generasi muda, mengingat minat mereka yang lebih besar terhadap visual dan media modern.
"Generasi sekarang lebih tertarik pada hal-hal yang bermuatan gambar dan visual, video. Jadi kalau di ceramah itu tidak masuk. Jadi, ini bagus sekali. Informasi bagi pelajar," ucapnya.
Ia menjelaskan bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia, termasuk di Bekasi, menganut paham Aswaja meskipun banyak yang tidak menyadarinya.
"Generasi sekarang tidak mengerti sejarah ini. Generasi baru ini, saya yang penting Islam saja. 'Apa itu Aswaja? Apa itu mazhab? Saya nggak mau, pokoknya saya Islam saja.' Orang yang berpikir seperti itu, bodoh tidak ngerti sejarah atau dia mengingkari sejarah," ungkapnya.
Sebab praktiknya selama ini melalui guru-guru orang tua, itu adalah praktik Aswaja. Itu Islam yang dikembangkan oleh ulama Aswaja. Faktanya, Islam yang masuk ke Indonesia adalah Islam Aswaja.
"Kenal shalat, puasa, tata cara beribadah, itu bukan oleh siapa-siapa, tapi oleh Ulama Aswaja. Tidak boleh mengingkari sejarah, kalau mengingkari sejarah adalah perbuatan tidak terpuji," jelasnya.
Ia juga menyebutkan tokoh-tokoh seperti KH Muhajirin Amsar Ad-Dary yang memiliki peran penting dalam pengembangan tradisi Islam di Bekasi.
"Saya orang Bekasi, saya bangga Bekasi punya Ulama sebesar ini. Kita sebagai orang Bekasi karena di Jabodetabek, ulama yang seperti ini hanya satu," ucapnya.
Ia juga menjelaskan ulama-ulama Nusantara generasi awal, di antaranya Syekh Nuruddin Ar-Raniri, Syekh Abdurrauf As-Singkili, dan Syekh Yusuf Al-Makassari. Para ulama ini mengarang kitab sangat banyak, sebagian besar sudah dan menjadi populer di kalangan umat Islam Aswaja.
Sementara di Bekasi, kata Gus Ulil, ada ulama yang mengarang kitab dengan bahasa Arab seperti ulama Arab, yakni Syekh Muhajirin Amsar Ad-Dary yang belajar di Madrasah Darul Ulum, Makkah.
Lebih lanjut, Gus Ulil bercerita tentang tokoh ulama Nusantara Syekh Yasin bin Isa Al-Fadani dari Minangkabau, yang mendirikan madrasah Darul Ulum di Makkah, setelah meninggalkan madrasah lain yang melarang pengajaran sejarah perlawanan Indonesia terhadap Belanda. Syekh Yasin berjuang untuk mengajarkan sejarah kepada murid-muridnya di madrasah baru yang didirikannya.
"Dia orang Padang tapi sudah di sana dari sejak kecil. Syekh Yasin ini mendirikan madrasah, namanya Darul Ulum. Berdirinya Darul Ulum ini, menarik. Didirikan karena Syekh Yasin semula ngajar di madrasah lain, Shoulatiyah, didirikan oleh orang India. Dulu Syekh Yasin ngajar di sana," jelasnya.
Ketika Indonesia berjuang melawan Belanda, lanjut Gus Ulil, guru-guru Indonesia ingin mengajarkan sejarah Indonesia dan perlawanan kepada Belanda dilarang. Tidak boleh mengajarkan sejarah perlawanan kepada Belanda, karena berbahaya.
"Syekh Muhajirin ini lulusan sana (Madrasah Darul Ulum Makkah). Syekh Muhajirin belajar di Makkah, 5 tahun. Tahun 55 pulang. Dulu kawan seperjuangannya, KH Noer Ali," tandasnya.