Kurikulum Cinta Ikhtiar Kemenag Berikan Pendidikan Karakter Sejak Dini
Senin, 29 September 2025 | 18:00 WIB
Jakarta, NU Online
Kementerian Agama RI menggagas penerapan Kurikulum Cinta sebagai inisiatif dalam pengembangan pendidikan agama dan keagamaan. Program ini bertujuan menanamkan nilai cinta kepada Tuhan, sesama manusia, lingkungan, dan bangsa sejak usia dini.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Amien Suyitno menjelaskan bahwa Kurikulum Cinta lahir dari kebutuhan menghadirkan pendidikan yang lebih dari sekadar capaian akademik. Ia menekankan perlunya inovasi pendidikan karakter yang integratif dan sistematis.
“Belajar tidak semata-mata penguatan akademik, tetapi juga dibutuhkan penguatan jiwanya pendidikan. Jiwanya pendidikan itu ada di Kurikulum Cinta,” ujarnya saat ditemui NU Online di Jakarta Senin (29/9/2025)
Menurut Suyitno, Kurikulum Cinta memiliki dasar filosofis yang disebut Trilogi Relasi, yakni hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.
“God itu paling tinggi, hubungan dengan Tuhan, lalu hubungan umat dengan sesamanya, dan hubungan umat dengan alam. Trilogi ini harus dimanifestasikan di lingkungan pendidikan,” jelasnya.
Ia juga menyoroti fenomena sikap intoleran di kalangan pelajar. Menurutnya, masih ada anak-anak yang sejak dini terbiasa menyalahkan atau membenci orang lain karena perbedaan keyakinan.
“Oleh karena itu, Kurikulum Cinta hadir sebagai solusi melalui insersi nilai-nilai keberagaman dalam berbagai mata pelajaran, khususnya dalam pendidikan Islam di bawah Kementerian Agama,” tuturnya.
4 aspek pokok
Pertama, membangun cinta kepada Tuhan (Hablum minallah) dengan membiasakan anak memperkuat hubungannya dengan Allah.
Kedua, membangun cinta kepada sesama manusia tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, budaya, dan golongan.
“Anak-anak harus dibiasakan dengan keberagaman, membangun Hablum minannas yang kuat,” kata Suyitno.
Ketiga, membangun cinta kepada lingkungan (Hablum bil bi’ah). Ia mengutip pesan Menteri Agama Nasaruddin Umar bahwa kerusakan lingkungan harus ditangani secara terstruktur.
“Anak-anak kita harus disadarkan akan pentingnya menjaga bumi,” lanjutnya.
Keempat, menumbuhkan kecintaan kepada bangsa (Hubbul Wathan).
“Banyak anak-anak kita yang setelah belajar di luar negeri, justru lebih merasa menjadi orang luar dibandingkan bagian dari bangsanya sendiri. Kita ingin menginsersi agar anak-anak kita tetap berpegang teguh pada akar budayanya,” ungkapnya.
Strategi implementasi
Suyitno menjelaskan bahwa Kurikulum Cinta tidak diperkenalkan sebagai mata pelajaran baru, melainkan diintegrasikan ke dalam berbagai pelajaran yang sudah ada.
Ditjen Pendis telah menyiapkan buku panduan bagi para pendidik untuk menyisipkan nilai cinta, toleransi, dan spiritualitas dalam proses pembelajaran.
Strategi implementasi disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Di tingkat Raudhatul Athfal (RA/PAUD), metode akan menggunakan permainan dan pembiasaan positif, sedangkan di jenjang lebih tinggi akan diterapkan pendekatan berbasis pengalaman dan refleksi.
“Kami sudah melakukan riset dan survei terkait kondisi keberagaman di Indonesia, dan memang masih ada tantangan yang perlu kita hadapi bersama. Oleh karena itu, pendidikan harus menjadi landasan utama untuk memperbaiki kondisi ini,” tegasnya.
Implementasi Kurikulum Cinta diharapkan dapat membawa perubahan nyata dalam kehidupan sosial, baik dalam konteks keagamaan, kemanusiaan, maupun kebangsaan. Keberhasilan kurikulum ini tidak hanya diukur dari aspek kognitif, tetapi juga dari perubahan sikap dan perilaku peserta didik.
“Kita tidak ingin agama hanya menjadi sesuatu yang normatif, tetapi harus bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari RA hingga perguruan tinggi, kita ingin membentuk individu yang ramah, humanis, nasionalis, dan peduli lingkungan,” tambahnya.
Sebagai langkah awal, Kemenag akan melakukan pendampingan bagi para pendidik serta mempersiapkan instrumen evaluasi untuk mengukur keberhasilan Kurikulum Cinta secara berkelanjutan.
Suyitno menegaskan bahwa dukungan masyarakat dan pemangku kepentingan pendidikan sangat dibutuhkan agar kurikulum ini dapat berjalan efektif dan berdampak luas.
Dengan diterapkannya Kurikulum Cinta, ia berharap Indonesia dapat melahirkan generasi yang lebih toleran, inklusif, dan penuh kasih sayang, sehingga tercipta masyarakat yang harmonis dalam keberagaman.