Lagi-Lagi Kerusuhan Suporter Terjadi, PSTI Kritik Kinerja PSSI dan Pemerintah
Senin, 4 Desember 2023 | 17:00 WIB
PSS Sleman vs PSIS Semarang pada pertandingan Liga 1 Pekan Ke-21 di Stadion Jatidiri, Semarang, Jawa Tengah, Ahad (3/12/2023). Pertandingan ini berakhir dengan kerusuhan antarsuporter kedua tim. (Foto: instagram @pssleman)
Jakarta, NU Online
Kerusuhan suporter lagi-lagi terjadi. Pendukung PSS Sleman dan PSIS Semarang terlibat bentrok saat kedua tim bertemu pada pertandingan Liga 1 Pekan ke-21 di Stadion Jatidiri, Semarang, Jawa Tengah, Ahad (3/12/2023).
Kerusuhan terjadi pada penghujung babak kedua di waktu injury time (tambahan waktu). Akibat bentrokan antara kedua suporter tim ini, wasit terpaksa menghentikan pertandingan PSS Sleman vs PSIS Semarang lebih cepat.
Kerusuhan berawal dari aksi saling ejek antarsuporter dari sisi tribun utara dengan pendukung PSS Sleman yang datang langsung ke Stadion Jatidiri Semarang. Aksi saling lempar pun terjadi sampai akhirnya kerusuhan tak terhindarkan.
Menanggapi kerusuhan itu, Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) Ignatius Indro mengkritik kinerja Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan Pemerintah Indonesia yang dinilai gagal dalam menangani masalah suporter di Indonesia.
"Ini semakin menunjukan bukti kalau apa yang dilakukan PSSI maupun pemerintah kepada suporter hanya sebatas pencitraan dan mengabaikan esensi yang sebenarnya apa yang dibutuhkan oleh suporter," ujar Indro kepada NU Online, Senin (4/12/2023).
Indro juga menilai, Presidium Suporter yang dibentuk PSSI hanya sebatas untuk glorifikasi dan puja-puji terhadap PSSI, tanpa memperhatikan apa yang harus dilakukan terhadap suporter agar tidak terjadi kericuhan.
"Apa yang sudah dilakukan Presidium Suporter yang dibentuk PSSI, selain glorifikasi dan puja puji PSSI? Saya tidak melihat itu," tambah Indro.
Menurutnya, kerusuhan suporter yang kembali terjadi, akibat tidak adanya penyelesaian yang adil terutama yang berpihak kepada korban pada Tragedi Kanjuruhan, Oktober 2022. Akibatnya kemarahan publik atas rasa ketidakadilan semakin terakumulasi dalam tindakan suporter, sehingga mempengaruhi perilaku suporter yang semakin memprihatinkan.
"Tidak terpenuhinya rasa keadilan pada penyelesaian Tragedi Kanjuruhan sedikit banyak menambah akumulasi kekecewaan suporter dan dilampiaskan pada pertandingan yang ada. Ini seharusnya menjadi perhatian khusus pemerintah," jelasnya.
Ia berharap, edukasi suporter harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan budaya serta mencari tahu segala hal yang dibutuhkan suporter di setiap daerah. Selain itu, perlu adanya ruang agar energi dari para suporter dapat teralihkan dari energi negatif yang membentuk kerusuhan.
"Edukasi yang dilakukan harus melalui pendekatan budaya di tiap daerah. Dengan mengetahui budaya, kita mengetahui apa yang dibutuhkan para suporter agar bisa menyalurkan energi mereka. Ini yang harus dilakukan bersama oleh seluruh stakeholder sepak bola," pungkasnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jawa Tengah Stefanus Satake Bayu mengatakan sudah ada 13 orang yang diperiksa terkait insiden yang berujung perusakan dan penjarahan bus itu. Saat ini status mereka masih sebagai saksi.
“Dan untuk para pelaku masih dilakukan upaya penyelidikan. Jadi setelah pertandingan ada bus yang rencana untuk menjemput suporter PSS, tetapi di Jalan Sisingamangaraja mereka dihentikan 30 orang pengendara sepeda motor, kemudian melakukan pelemparan kepada bus,” jelasnya, sebagaimana dilansir Solopos.
Peristiwa kerusuhan itu membuat lima bus yang mengangkut PSS Sleman mengalami kerusakan. Kendaraan milik pejabat Kementerian Agama (Kemenag) Jateng juga ikut rusak. Mereka bahkan mengambil barang milik kernet dan sopir bus.