Jakarta, NU Online
Dunia politik begitu ramai dibicarakan menjelang pemilu ini. Para calon pemangku jabatan berupaya keras menggalang suara untuk bisa menang. Tak terkecuali dengan membawa kendaraan agama atau yang lazim disebut politisasi agama.
Sekretaris Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marzuki Wahid melihat bahwa politisasi agama membuat agama kehilangan kekuatan moral kritisnya dan daya untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan. Pembajakan agama untuk kepentingan politik, menurutnya, merupakan penodaan agama yang sesungguhnya.
"Akibat politisasi agama, selain makna esensial agama hilang, juga memicu konflik antar dan intra kaum beragama," terang Marzuki kepada NU Online pada Jumat (15/2).
Marzuki menjelaskan bahwa gerakan politik ini bisa dari kelompok agama maupun kelompok non-agama. Mereka menggunakan agama sebagai alat dan kendaraan politik untuk menggapai kepentingan politik mereka.
"Agama dalam hal ini hanya dijadikan sebagai objek, alat, kendaraan, dan legitimasi saja. Sementara agama sendiri atau kaum beragama tidak berkepentingan dan tidak berkesesuaian dengan tindakan politik mereka," ujarnya.
Direktur Fahmina Institute Ini mengungkapkan bahwa kekuatan agama, baik kekuatan ajaran, kewibawaan tokoh agama, maupun kekuatan massa, dalam politisasi agama dieksploitasi untuk kepentingan politik mereka. Pelaku eksploitasi ini adalah para politisi, baik atas nama agama, berasal dari kelompok agama, maupun bukan agama.
Gerakan Aksi Bela Al-Qur'an atau Bela Tauhid atau dengan nama lain, misalnya dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon itu mencontohkan. Gerakan itu sebetulnya dalam pandangan Marzuki adalah gerakan politik untuk mendukung suatu calon pemimpin tertentu, lalu menggunakan isu agama, ajaran agama, mimbar agama, dan simbol-simbol agama untuk memobilisasi massa dan memenangkannya.
Sejumlah partai politik juga kerap kali membawa simbol agama, ajaran agama, dan tokoh agama hanya untuk memenangkan kepentingan politiknya. "Di sini, tentu saya sangat tidak setuju dan menolak keras politisasi agama," tegasnya.
Isu politisasi agama ini akan diangkat menjadi salah satu persoalan dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama 2019 Nahdlatul Ulama di Banjar, Jawa Barat, pada 27 Februari sampai 1 Maret 2019 mendatang. (Syakir NF/Muiz)