Langgar Prosedur, Umrah Backpacker Dilaporkan ke Polda Metro Jaya
Selasa, 3 Oktober 2023 | 08:30 WIB
Jakarta, NU Online
Kementerian Agama telah membuat laporan resmi aktivitas penawaran umrah non-prosedural yang sering disebut umrah mandiri atau umrah backpacker kepada Polda Metro Jaya. Hal ini menyikapi fenomena umrah backpacker tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang menjadi perbincangan di masyarakat khususnya di berbagai platform media sosial.
"Perlu diketahui bahwa kami telah mengirimkan surat pengaduan kepada Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah. surat tersebut kami layangkan pada 12 September 2023,” tutur Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, H Nur Arifin di Jakarta, Senin (2/10/2023).
Ia menjelaskan bahwa bisnis perjalanan ibadah umrah diatur oleh Pemerintah sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019. Di dalam Pasal 115 disebutkan bahwa setiap orang dilarang tanpa hak sebagai PPIU mengumpulkan dan/atau memberangkatkan jamaah umrah. larangan tersebut diancam dengan sanksi pidana kurungan selama 6 tahun atau pidana denda 6 miliar rupiah.
Selain itu juga ada larangan bagi pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU menerima setoran biaya umrah. Pidananya berupa pidana 8 tahun atau denda 8 miliar rupiah.
"Ada ancaman pidana berat dalam penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah yang tidak sesuai dengan regulasi negara," tegasnya dikutip dari laman Kemenag, Selasa (3/10/2023).
Pihaknya meminta Polda Metro Jaya menindak tegas pelaku usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan. "Laporan kami sebagai bentuk upaya penegakan hukum dan mengurangi potensi kerugian masyarakat," tambahnya.
Baca Juga
Niat Badal Umrah
Arifin berharap partisipasi masyarakat dan pelaku usaha dalam penegakan hukum tersebut terkait dengan umrah. Masyarakat, pintanya, harus melek regulasi dan tak tergiur harga umrah murah.
"Pimpinan PPIU juga kami harapkan dukungannya dengan turut serta melaporkan para pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU namun mereka melakukan penawaran, mengumpulkan jamaah, menerima pembayaran biaya umrah, dan memberangkatkan jamaah umrah," ajaknya.
Risiko Umrah Backpacker
Analis Kebijakan Ahli Muda pada Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (DJPHU) Abdul Basir menjelaskan bahwa umrah backpacker dilaksanakan secara mandiri tanpa melibatkan travel umrah. Mereka akan mencari visa sendiri, pesan tiket penerbangan sendiri, bahkan booking hotel di Arab Saudi dilakukan sendiri tanpa melalui jasa travel umrah.
Menurutnya, memang benar bahwa visa umrah saat ini dapat dipesan secara mandiri melalui aplikasi Nusuk Arab Saudi. Aplikasi ini memang dibuat Arab Saudi agar mempermudah orang mendapatkan visa umrah. Pun begitu dengan pemesanan tiket pesawat dan akomodasi di Arab Saudi. Banyak tersedia platform digital untuk pemesanannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat memang bisa secara mandiri mendapatkannya.
Namun menurutnya, bila dilihat dari kesesuaian umrah backpacker dengan peraturan perundang-undangan, jelas tidak sesuai. Ada banyak regulasi yang ditabrak, salah satunya Pasal 86 UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Terlebih menurutnya, ada banyak risiko yang bisa saja dihadapi para jamaah umrah backpacker. Di antaranya rentan terhadap penipuan. Bila sudah tertipu, tentu akan sangat merepotkan banyak pihak. Jamaah backpacker tidak memiliki akses untuk mengurus hak-haknya jika mengalami persoalan, termasuk saat di Arab Saudi.
Bila terlantar misalnya, sangat mungkin mereka akan menjadi overstayer atau tinggal melebihi batas waktu visa. Ada denda besar menunggu dan dipastikan akan dideportasi oleh otoritas Arab Saudi. Efek deportasi juga tidak kalah menyeramkan, yaitu dilarang masuk Arab Saudi dalam waktu 10 tahun.
Mereka juga berpotensi melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum dan tradisi masyarakat Arab Saudi. Bila jamaah umrah backpacker melanggar hukum Arab Saudi, tidak ada pihak yang dapat membantu proses hukumnya. Pelanggaran-pelanggaran tersebut tentu akan merusak nama baik bangsa dan negara Indonesia di mata dunia.