Jakarta, NU Online
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan bahwa diperlukan beberapa cara untuk kembali menyadarkan narapidana kasus terorisme (napiter) tentang kesalahannya dan kembali mencintai negaranya. Di antaranya adalah peningkatan wawasan keagamaan yang tepat, memberikan wawasan kebangsaan, dan perlunya pendekatan psikologis.
Ia menyebut, keberadaan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sangat penting dalam proses penyadaran narapidana kasus terorisme ini. Namun ia menyadari bahwa Lapas tidak dapat melakukannya ‘sendirian’ tanpa ada kerja sama dengan pihak lain terutama BNPT yang secara spesifik dibentuk untuk menangani kasus terorisme.
Pembinaan terhadap para napiter perlu dilakukan secara optimal dengan memaksimalkan sinergisitas antar berbagai pihak. Sehingga ke depan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lapas dapat kembali ke tengah-tengah masyarakat dan tidak mengulangi perbuatannya kembali.
Beberapa contoh keberhasilan Lapas dalam melakukan proses pemasyarakatan ini antara lain menurutnya adalah warga binaan dalam kasus terorisme yang menyatakan diri kembali ke NKRI. Ini dibuktikan dengan telah menghafal Pancasila.
“Hal ini adalah hasil nyata yang bagus, yang tentu perlu kita tularkan di Lapas-lapas lainnya terutama mereka-mereka yang terkait dengan kasus terorisme. Kita (BNPT) memfasilitasi mereka, karena kita ini hanya fasilitator, agar di dalam pelaksanaan masa hukuman yang dijalankan sebagai warga binaan, mereka dapat kembali memiliki rasa kecintaan kepada Republik Indonesia,” jelasnya, Selasa (28/7) saat kunjungan ke Lapas yang berada di Pulau Nusakambangan Cilacap, Jawa Tengah.
Berdasar hasil evaluasi terkait deradikalisasi selama ini, hal yang perlu ditingkatkan ke depan adalah melakukan peningkatan durasi proses tatap muka. “Karena setiap orang bervariasi tingkat penerimaannya terhadap proses ini. Ada yang langsung bisa memahami, ada yang langsung menolak,” ucapnya.
Dalam kunjungan tersebut, BNPT mengunjungi tiga Lapas yakni Permisan, Lapas Pasir Putih dan Lapas Besi. Pihaknya juga melibatkan sejumlah stakeholder lain untuk terlibat langsung dan dapat memberi masukan demi perbaikan upaya pemberantasan terorisme. Di antaranya lembaga yang dilibatkan adalah akademisi, yakni Guru Besar Tasawuf UIN Syarif Hidayutullah Prof Asep Usman Ismail.
Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Muhammad Faizin