Tugas pendakwah adalah menyelipkan konten yang berisi pesan ajakan kebaikan atau sisi intelektual di dalamnya.
Jakarta, NU Online
Habib Husein Ja’far Al-Hadar menegaskan bahwa salah satu kunci dakwah adalah tidak menggurui. Hal serupa juga harus dilakukan oleh dai dan daiyah saat menyampaikan dakwahnya di media sosial. Artinya, pendakwah berperan menunjukkan, bukan memberitahu.
Hal tersebut disampaikan saat menjadi narasumber pada Pelatihan Dai Milenial yang digelar oleh NU Online dan INFID pada Kamis (6/8).
Nabi Muhammad saw, ia mencontohkan, menyebut para santrinya sebagai sahabat dalam rangka agar tidak terkesan menggurui. Bahkan, lanjutnya, Rasulullah berupaya menjadi teman curhat para sahabatnya.
Di samping itu, ia juga menyampaikan perlunya provokasi dalam hal yang positif. Misalnya, pemberian judul konten yang menarik dan memang terdapat di dalamnya.
Hal lain yang perlu dimasukkan dalam konten dakwah adalah melibatkan emosi. Sebab, katanya, orang Indonesia memiliki kacamata emosi sehingga tontonan yang memang mengandung hal tersebut pasti akan banyak menarik orang.
Namun, ia menegaskan bahwa hal tersebut bukanlah yang utama. Tugas pendakwah adalah menyelipkan konten yang berisi pesan ajakan kebaikan atau sisi intelektual di dalamnya. “Tugas kita menyelipkan konten intelektual dalam konten emosional,” ujarnya.
Selain itu, hal lain yang perlu dilakukan adalah berkolaborasi dengan orang atau pun komunitas tertentu. Kolaborasi ini, lanjutnya, bukan hanya dalam rangka agar banyak ditonton, tetapi juga harus disiapkan betul-betul kontennya secara baik dan menarik.
“Saya berkolaborasi itu setelah pantas viral. Tapi kalau cuma ngejar ya gak akan ditonton,” kata habib kelahiran Bondowoso, Jawa Timur itu.
Karenanya, dai harus membangun kompetensi di satu bidang tertentu yang akan menjadi keunikannya. Soal fiqih, misalnya, juga harus mengerucut ke fiqih apa, muamalah, ibadah, atau persoalan kewanitaan.
Ia juga menyampaikan perlunya mengangkat hal-hal terdekat sebagai bagian dari konten. Sering kali, katanya, orang menganggap hal yang sering dijumpai itu biasa dan bukan apa-apa, tetapi bagi orang lain yang jarang melihatnya bisa menjadi hal yang cukup menarik untuk diketahui.
Menurutnya, sesuatu yang terdekat, ada di sekitar adalah potensi yang harus dielaborasi dan dieksplorasi lebih jauh. “Isu yang dekat dengan kita itu penting digarap, itu menurut saya yang terpenting,” katanya,
“Penting menggali sesuatu dalam diri dan dekat dengan diri kita,” imbuhnya.
Terakhir, katanya, dakwah di media sosial itu harus dimulai saat ini dan tidak akan berhenti. “Memulai dari sekarang dan tidak akan berhenti sampai kapanpun. Jadi tidak ada kata berhenti,” tegasnya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad