Sebagian pengurus LBM PBNU berfoto usai diskusi pembahasan wawasan fiqih kemitraan, di gedung PBNU, Senin (5/12/2022). (Foto: NU Online/ Syifa)
Jakarta, NU Online
Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) menggelar diskusi tentang fiqih pengawasan kemitraan usaha, di Gedung PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (5/12/2022).
LBM PBNU pada kesempatan tersebut fokus membahas persoalan-persoalan kemitraan, bagian dari fiqih muamalah dengan penyesuaian aturan pemerintah yang ada.
Hal itu secara jelas disampaikan Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Azizi Hasbullah dalam diskusi tersebut.
“Dalam fiqih yang dibicarakan hanya hukum halal, haram, mubah, dan lainnya. Kalau kita membenarkan teks-teks yang ada (kemitraan) sudah jelas itu tidak mumpuni,” kata Kiai Azizi.
“Karena fiqih sosial dan muamalah tugasnya pemerintah. Makanya sebisa mungkin LBM bisa mempengaruhi keputusan pemerintah. Ini yang paling pokok,” tegas Pengasuh Pondok Pesantren Barran Selopuro Blitar Jawa Timur ini.
Sehingga ia berharap diskusi ini dapat berjalan dengan kondusif agar bisa menghasilkan keputusan yang dapat menjadi rujukan pemerintah. Tidak hanya secara tekstual tetapi juga kontekstual.
“Makanya LBM harus betul-betul kondusif, agar tidak berujung makruh dalam mengambil keputusan hukum,” jelas Pakar Aswaja Center Jawa timur itu.
“Kemudian konsep-konsep yang ada dalam kemitraan seperti ihsan, adil, dan amanah itu akan cukup dibenarkan karena hanya berlaku kepada orang-orag yang relijius, sehingga perlu ada konsep baru untuk mengangkat bagaimana menerjemahkan ini secara kontekstual,” sambungnya.
Pasalnya, terang dia, jika dalam fiqih ubudiyah,LBM dapat merumuskan secara jelas. Maka dalam fiqih muamalah seyogianya tidak hanya urusan fiqih tapi juga pemerintah. Karenanya LBM tidak boleh belajar dari fiqih muamalah saja.
“Pendapat-pendapat itu tidak boleh kita putuskan kecuali sesuai dengan aturan pemerintah dan UU. Makanya rumusan ini nanti ditawarkan LBM agar bisa jadi UU di pemerintahan. Yang jelas harus pakai regulasi pemerintah,” terang Dewan Perumus LBM PBNU ini.
Sementara itu, Ketua LBM PBNU, KH Mahbub Maafi menerangkan, inti dari naskah fiqih pengawasan kemitraan ini adalah memperjuangkan kesejahteraan para pemilik usaha-usaha kecil dan menciptakan iklim kemitraan yang sehat.
“Jadi, maksudnya usaha besar itu tidak boleh memangsa usaha kecil, nah ini yang dipersoalkan terkait dengan soal kemitraan ini,” kata Kiai mahbub.
Merujuk pada pasal-pasal yang ada ddalam naskah LBM PBNU prinsip perlindungan hak yang kecil itu menjadi penting. “Intinya gini, kewajiban negara adalah menciptakan kemitraan yang sehat,” tandasnya.
Untuk diketahui bersama, diskusi ini digelar dalam rangka menyempurnakan buku panduan keagamaan tentang fiqih wawasan kemitraan yang segera dirilis LBM PBNU bekerja sama dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin