Lebih dari Sekadar Coding dan AI, Berpikir Komputasional Perlu Diperkuat untuk SD
Senin, 18 November 2024 | 18:00 WIB
Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang (Unnes), Edi Subkhan. (Foto: instagram/@edi_subkhan)
Jakarta, NU Online
Pengamat Pendidikan Edi Subkhan mengatakan harus ada ketepatan dan kesiapan menerapkan mata pelajaran coding dan Artificial Intelligent (AI) untuk anak SD dan SMP. Ketepatan artinya perlu diuraikan lebih jauh apakah coding dan AI betul-betul diperlukan dan diajarkan sejak dini, serta kesiapan sarana dan prasarana sekolah. Menurut Edi, lebih dari sekadar mengejar keterampilan coding dan AI, murid SD perlu diperkuat cara berpikir matematis dan komputasional.
Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang (Unnes) ini mengatakan, coding sebenarnya bukan hal yang essentials skills yang tiap anak harus bisa. Coding merupakan skill lanjutan dari mathematical thinking atau computational thinking.
Edi menegaskan, seseorang bisa berargumen dan berpikir komputasional adalah dasar-dasar coding. Namun tidak semua keterampilan berpikir komputasional dipakai sebagai dasar untuk mengarahkan anak jadi terampil koding nantinya.
"Lebih dari itu juga tidak semua anak ingin jadi terampil coding," kata Edi kepada NU Online, Senin (18/11/2024).
Edi Subkhan menyarankan, coding dan AI bisa menjadi mata pelajaran, namun hanya sebatas mata pelajaran pilihan. Bisa juga diberikan dalam bentuk klub belajar saja. Jadi, murid yang berkeinginan untuk jadi terampil mengkoding, dipersilakan untuk mengambil mata pelajaran pilihan tersebut, atau ikut klub belajar coding secara tersendiri.
Pada materi computational thinking perlu dipertimbangkan diberikan sejak dini, tidak harus untuk mengkader anak didik sebagai programer komputer atau ahli koding. Melainkan melatih berpikir berbasis data, berlatih memecahkan masalah secara efektif dan efisien.
Menurutnya, keterampilan coding dapat disisipkan ke materi pelajaran tertentu. Tidak harus dalam mata pelajaran coding atau AI saja. Karena memang intinya adalah belajar menalar secara algoritmik untuk memecahkan masalah langkah demi langkah, berbasis data, sebagaimana komputer memecahkan masalah.
Hal yang diperlukan secara teknis, kata Edi, tentu kesiapan gurunya. Bukan hanya guru TIK kalau di jenjang SD yang memang belum ada mata pelajaran khusus tentang TIK, melainkan guru mata pelajaran lain. Perlu dipertimbangkan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan, terutama bukan terkait coding dan AI, tapi justru computational thinking atau mathematical thinking tersebut.
Dia menjelaskan, materi yang diberikan tentu terkait computational thinking dan mathematical thinking. Serta bagaimana mengintegrasikannya dalam pembelajaran. Di sini pemerintah sebagai pihak yang paling awal mewacanakan ini tentu juga perlu melakukan telaah terhadap beban belajar siswa, terutama siswa SD.
"Jangan sampai materi atau kompetensi baru justru menambah beban saja tanpa hasil memadai," tegas Edi.
Selanjutnya, kata dia, sebagai pemegang mandat uang negara, pemerintah perlu memenuhi sarana prasarana minimal pembelajaran, baik untuk computational thinking, coding, maupun AI.
Di sisi lain, imbuhnya, jika orang tua dan anak ada kesepakatan untuk terjun dalam dunia programer, bisa ikut kelas atau klub coding, atau ikut mata pelajaran tersebut sebagai mata pelajaran ilmuwan. Menurut Edi, dorongan orang tua dapat sekaligus diwujudkan dengan membeli peralatan atau teknologi penting penunjang pembelajaran anaknya.