LPBINU Dorong Milenial Berperan Aktif Tangani Perubahan Iklim
Senin, 1 November 2021 | 15:00 WIB
Jakarta, NU Online
Anomali cuaca, pola kekeringan dan curah hujan yang tidak seimbang, serta intensifnya kekuatan badai yang kerap muncul di pemberitaan dunia merupakan sekian tanda dari dampak perubahan iklim yang saat ini melanda. Aktivitas manusia diduga menjadi faktor pemicu dari perubahan iklim.
Menanggapi isu tersebut, Direktur Bank Sampah Nusantara (BSN) Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) Fitri Aryani berharap agar generasi muda bisa menaruh konsentrasi lebih terhadap isu terkait. Pemuda harus mampu menjadi tokoh utama dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
“Peran pemuda tentu saja sangat penting. Apalagi, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyajikan fakta bahwa generasi muda mendominasi penduduk Indonesia saat ini. Artinya, peran pemuda sebagai agen perubahan harus lebih dimaksimalkan,” jelas Fitri kepada NU Online, belum lama ini.
Aktivitas manusia sebagai pemicu perubahan iklim, salah satunya Fitri menyebutkan, disebabkan oleh adanya pergeseran gaya hidup dan aktivitas yang memicu terjadinya percepatan perubahan iklim.
“Pergeseran budaya, gaya hidup yang lebih modern (instan, tidak ribet dan meninggalkan kearifan/budaya lokal) inilah yang akhirnya menciptakan aktivitas tidak ramah lingkungan. Pergeseran budaya jalan kaki atau naik sepeda menjadi motor dan mobil menghasilkan pelepasan CO2 ke udara,” papar Fitri.
Gaya hidup modern, lanjut Fitri, medorong manusianya menjadi lebih konsumtif. Salah satu contoh terbesar yang sering kali ditemukan adalah seperti tidak membawa tas belanja dan lebih mengandalkan plastik sekali pakai. Hal tersebut sangat disayangkan, karena turut menyisakan barang-barang menjadi sampah yang diketahui masih sulit untuk didaur ulang.
Sebagai segmen demografis terbesar, Fitri berharap pemuda lebih menyadari perannya sebagai agen perubahan dengan mengubah gaya hidup yang lebih ramah lingkungan. Generasi muda harus mengambil sikap bijak saat memposisikan diri sebagai konsumen. Bisa mempertimbangkan terkait availabilitas kemasan produk tersebut untuk didaur ulang.
“Budaya jalan kaki dan naik sepeda kembali atau menggunakan transportasi umum, sehingga bisa mengurangi dampak pelepasan CO2 berlebih,” papar Fitri.
“Mulai mengenal dan memakai tas belanja tradisional (selain mengurangi kantong sekali pakai, juga bisa menghidupkan kembali ekonomi pengrajin tas di masing-masing daerah), membawa tempat makan dan minum sendiri, tidak menjadikan sedotan sebagai pilihan untuk minum, memilih gaya minimalis (tidak konsumtif),” sambungnya.
Selain upaya yang bisa diterapkan pada diri sendiri, Fitri juga mengimbau pemuda untuk dapat mengampanyekan gerakan peduli lingkungan melalui media sosial (medsos). Hal tersebut dapat menjangkau lebih banyak audiens untuk turut serta mengambil peran pada aksi penyelamatan masa depan bumi tersebut.
“Berperan untuk mengubah pola pikir masyarakat atau sesama teman untuk berpindah ke gaya hidup yang lebih ramah lingkungan dengan konsep yang lebih kekinian. Ada medsos; TikTok, YouTube, dan lain-lain,” pungkas Fitri.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin