Tangkap layar puncak peringatan Hari Santri Ma'arif NU dengan peluncuran Olimpiade Sains dan Matematika, Jumat (22/10/2021).
Jakarta, NU Online
Lembaga Pendidikan Ma'arif NU meluncurkan Olimpiade Sains dan Matematika Ma'arif NU (OSMANU), bertepatan dengan peringatan Hari Santri, Jumat (22/10/2021).
Penanggungjawab porgram OSMANU, Deden Saeful Ridhwan mengatakan puncak Olimpiade Sains dan Matematika akan dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2021, sebagai rangkaian akhir Hari Santri 2021. Olimpiade diawali dengan mengikuti Uji Soal Matematika Suprarasional, sebagai syarat untuk mengikuti OSMANU.
"Uji soal ini sebagai langkah awal dalam melihat standar kompetensi dalam bidang sains (IPA) dan numerasi (Matematika) para siswa di Satuan Pendidikan LP Ma’arif NU PBNU," terangnya.
Sementara dalam perayaan Hari Santri ini, kata Ustadz Deden, LP Ma’arif NU PBNU mengajak dan memberikan kesempatan dalam berekspresi dengan latar budaya wilayah masing-masing di seluruh 34 wilayah dengan membuat video pendek terkait aktivitas dan perjuangan santri di negeri Nusantara tercinta. Selain itu keikutsertaan satuan pendidikan dalam membuat video yang berisikan ucapan Hari Santri.
"Apresiasi pengurus wilayah dalam membuat video cipta ini begitu tinggi, dan pihak panitia sudah menerima 90 persen video-video tersebut dengan varian konten yang sangat menari. Hal ini menunjukkan kegairahan pengurus wilayah dan satuan pendidikan LP Ma’arif NU begitu baik dalam memeriahkan Hari Santri tahun ini. Launching OSMANU yang memang termasuk program unggulan LP Ma’arif NU turut dalam member warna tersendiri peraaan Hari Santri Nasional 2021 LP Ma’arif NU," tegasnya.
Santri dan pesantren
Ketua LP Ma'arif NU, H Zainal Arifin Junaidi mengatakan bila saat ini ada istilah santri sebagai seseorang yang belajar ilmu agama di pesantren, namun ternyata oleh beberapa kalangan, kata santri juga sering diartikan dengan berbagai makna filosofis yang diambil dari segi bahasa.
"Makna santri secara umum adalah sebutan kepada sekelompok orang yang belajar ilmu agama Islam di pesantren dalam kurun waktu tertentu. Santri secara umum adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai," kata Arifin Junaidi.
Ia memaparkan, istilah santri berasal dari bahasa Sanskerta, shastri yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata cantrik yang berarti para pembantu begawan atau resi.
"Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekuensinya ketua pondok pesantren memberikan tunjangan kepada santri tersebut," imbuhnya
Tempat bagi santri menyemai ajaran Islam rahmatan lilalamin, Islam ramah dan moderat dalam beragama. Sikap moderat dalam beragama sangat penting bagi masyarakat yang plural dan multikultural.
"Dengan cara seperti inilah keragaman dapat disikapi dengan bijak serta toleransi dan keadilan dapat terwujud. Semangat ajaran inilah yang dapat menginspirasi santri untuk berkontribusi merawat perdamaian dunia," tegas Kiai Arjuna.
Ia mengatakan pesantren layak disebut disebut sebagai laboratorium perdamaian. Alasannya, pertama, karena adanya kesadaran harmoni beragama dan berbangsa. Perlawanan kultural di masa penjajahan, perebutan kemerdekaan, pembentukan dasar negara, tercetusnya Resolusi Jihad 1945, hingga melawan pemberontakan PKI misalnya, tidak lepas dari peran kalangan pesantren.
"Sampai hari ini pun komitmen santri sebagai generasi pecinta tanah air tidak kunjung pudar. Sebab, mereka masih berpegang teguh pada kaidah hubbul wathan minal iman; cinta tanah air sebagian dari iman," terangnya.
Kedua, metode mengaji dan mengkaji. Selain mendapatkan bimbingan, teladan dan transfer ilmu langsung dari kiai, di pesantren diterapkan juga keterbukaan kajian yang bersumber dari berbagai kitab, bahkan sampai kajian lintas mazhab.
Tatkala muncul masalah hukum, para santri menggunakan metode bahsulmasail untuk mencari kekuatan hukum dengan cara meneliti dan mendiskusikan secara, ilmiah sebelum menjadi keputusan hukum. Melalui ini para santri dididik untuk belajar menerima perbedaan, namun tetap bersandar pada sumber hukum yang otentik, terangnya.
Ketiga, kata Kiai Arjun, para santri biasa diajari untuk berkhidmah atau melakukan pengabdian, yang menjadi ruh dan prinsip loyalitas santri yang dibingkai dalam paradigma etika agama dan realitas kebutuhan sosial.
Keempat, pendidikan kemandirian, kerja sama dan saling membantu di kalangan santri. Lantaran jauh dari keluarga, sebut Kiai Arjun, santri terbiasa hidup mandiri, memupuk solidaritas dan gotong-royong sesama para pejuang ilmu.
Kelima, gerakan komunitas seperti kesenian dan sastra tumbuh subur di pesantren. Seni dan sastra sangat berpengaruh pada perilaku seseorang, sebab dapat mengekspresikan perilaku yang mengedepankan pesan-pesan keindahan, harmoni dan kedamaian.
Keenam, lahirnya beragam kelompok diskusi dalam skala kecil maupun besar untuk membahas hal-hal remeh sampai yang serius. Dialog kelompok membentuk santri berkarakter terbuka terhadap hal-hal berbeda dan baru.
Ketujuh, merawat khazanah kearifan lokal. Relasi agama dan tradisi begitu kental dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pesantren menjadi ruang yang kondusif untuk menjaga lokalitas di tengah arus zaman yang semakin pragmatis dan materialistis.
Kedelapan, prinsip maslahat (kepentingan umum) merupakan pegangan yang sudah tidak bisa ditawar lagi oleh kalangan pesantren. Tidak ada ceritanya orang-orang pesantren meresahkan dan menyesatkan masyarakat. Justru kalangan yang membina masyarakat kebanyakan adalah jebolan pesantren, baik itu soal moral maupun intelektual.
Kesembilan, penanaman spiritual. Tidak hanya soal hukum Islam (fiqih) yang didalami, banyak pesantren juga melatih para santrinya untuk tazkiyatunnafs, yaitu proses pembersihan hati. Ini biasanya dilakukan melalui amalan zikir dan puasa, sehingga akan melahirkan fikiran dan tindakan yang bersih dan benar.
"Karena itu, santri jauh dari pemberitaan tentang intoleransi, pemberontakan, apalagi terorisme," pungkas Kiai Arjuna.
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Alhafiz Kurniawan