Nasional

Mahasiswa Gelar Aksi Protes atas Penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional

Senin, 10 November 2025 | 17:00 WIB

Mahasiswa Gelar Aksi Protes atas Penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional

Adinda Vatof saat berorasi untuk memprotes penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional, di depan Kantor Kementerian Kebudayaan RI, Jakarta, pada Senin (10/11/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)

Jakarta, NU Online

Sejumlah mahasiswa dan kelompok pemuda dari berbagai organisasi menggelar aksi protes terhadap keputusan pemerintah yang menetapkan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.


Mereka menilai, mantan presiden Orde Baru itu tidak layak dianugerahi gelar Pahlawan Nasional karena dianggap terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia dan praktik penindasan selama 32 tahun rezimnya berkuasa.


Aksi bertajuk Soeharto adalah Abdi Imperialis, Musuh Rakyat, dan Anti Demokrasi Tak Layak Jadi Pahlawan digelar di depan Kementerian Kebudayaan, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (10/11/2025).


Dalam orasinya, Pengurus Departemen Perempuan Front Mahasiswa Nasional (FMN) Adinda Vatof menegaskan bahwa penetapan gelar pahlawan bagi Soeharto merupakan bentuk pengkhianatan terhadap sejarah dan penderitaan rakyat.


Vatof menyebut, rezim Orde Baru yang dipimpin Soeharto telah meninggalkan jejak kelam berupa kekerasan dan pembungkaman terhadap rakyat, terutama perempuan dan kelompok minoritas.


“Selama 32 tahun lamanya Soeharto memimpin rezim Orde Baru dengan kekejamannya kepada masyarakat yang digusur dan diusir. Banyak perempuan menjadi korban pembantaian pada 1965 dan kekerasan seksual pada 1998. Bagaimana mungkin pembunuh bisa dijadikan pahlawan?” tegas Adinda di hadapan peserta aksi.


Ia juga menyinggung sejumlah aktivis yang tewas atau hilang pada masa Orde Baru, seperti Marsinah dan Munir, yang hingga kini dalang intelektual di balik kematian mereka belum tersentuh hukum.


"Upaya meredam kemarahan masyarakat melalui pemberian gelar Pahlawan Nasional bersama kepada Marsinah dan Soeharto justru bentuk penghinaan, sebab publik juga mengetahui di era siapa Marsinah dibunuh,” ujarnya.
 

Sementara itu, mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Izzi, mengkritik keras keputusan pemerintah yang menobatkan Soeharto sebagai pahlawan.


Menurutnya, pemerintah telah mengabaikan fakta sejarah dan luka yang masih dirasakan para korban.


“Pemerintah bilang Soeharto membawa keadilan. Tapi adilkah bila pada zamannya suara rakyat dibungkam dan nyawa rakyat dirampas? Banyak keluarga korban yang masih menagih keadilan sampai hari ini,” katanya.
 

Di sisi lain, perwakilan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Charles, menilai Soeharto justru meninggalkan warisan buruk bagi sistem ekonomi dan sosial Indonesia.


Ia menilai kebijakan ekonomi Orde Baru telah menjauhkan bangsa dari cita-cita kemerdekaan dan menjerumuskan rakyat dalam kemiskinan struktural.


“Soeharto membawa sistem ekonomi yang menyengsarakan buruh dan petani. Gelar pahlawan bukanlah hal main-main. Ini menjadi pertanyaan besar bagi bangsa Indonesia: bagaimana mungkin figur dengan jejak kekelaman seperti Soeharto bisa disebut Pahlawan Nasional?” ungkapnya.


Aksi ini diikuti oleh berbagai organisasi mahasiswa dan pemuda, di antaranya BEM Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, GMNI Jakarta Selatan, Pengurus Pusat Front Mahasiswa Nasional (PP FMN), dan komunitas mahasiswa STF Driyarkara.