Konsep miskin dalam kajian tasawuf berbeda dengan miskin dalam tradisi sosial. Sufi cenderung pada tazkiyatun nafs untuk memperbaiki jiwa yang rusak. (Ilustrasi: NU Online/Freepik)
Jakarta, NU Online
Rasulullah saw pernah memanjatkan doa kepada Allah agar masuk dalam golongan orang-orang miskin. Menurut pengajar di Pesantren Darul Falah Besongo Semarang, Ustadz Ahmad Tajudin Arafat makna miskin dalam doa tersebut sebenarnya bukan dalam konteks sosial ekonomi.
Baca Juga
Cara Rasulullah Hormati Orang Miskin
“Doa Rasul itu jangan dipahami dengan konsep kita, maka tidak ada yang berani berdoa Allahumma ahyini miskinan, karena konstruksi miskin yang kita pahami beda dengan yang dimaksud Rasulullah,” jelasnya sebagaimana dalam tayangan Miskin yang Sebenarnya ialah Seperti ini! diakses NU Online, Selasa (3/1/2023).
Rasul mengaku miskin, kata dia, karena beliau membutuhkan limpahan rahmat dan bantuan dari Allah. Hal ini kemudian membuat Rasulullah memposisikan diri sebagai orang miskin di hadapan Allah, bukan di hadapan manusia.
“Kalau kita kan (mengaku) miskin di hadapan orang lain, maka kita membutuhkan bantuan orang lain. Bedanya di situ,” ungkap penulis kitab Al-Kunuz Al-Makhfiyyah itu.
Lebih lanjut ia menjelaskan, memohon menjadi “orang miskin” merupakan salah satu doa yang baik. Namun, karena umumnya masyarakat memahami miskin itu dalam konteks sosial ekonomi yang bersifat duniawi, akhirnya sebagian orang enggan memanjatkan doa tersebut.
“Karena kita faqir, maka Allah akan limpahkan keberkahan dan kekayaan. Ibaratnya kita ini mustahiq dan Allah Maha Kaya yang wajib zakat. Kita malah mau dikasih zakat kok udah kaya akhirnya nggak jadi,” terang Ahmad Tajudin.
Dosen UIN Walisongo Semarang tersebut mengutip sebuah hadits yang menjelaskan tentang miskin, hadits yang diriwayatkan oleh Imam A’masy Sulaiman bin Mihran itu menerangkan bahwa orang miskin adalah orang yang tidak pernah meminta atau mengharapkan pemberian dari orang lain. “Jadi bukan pengemis orang miskin itu,” tegasnya.
Dijelaskannya, konsep miskin dalam kajian tasawuf berbeda dengan miskin dalam tradisi sosial. Selain itu, hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang sufi juga lebih cenderung pada tazkiyatun nafs untuk memperbaiki jiwa yang rusak.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengutip hadits yang berbunyi; Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian itu lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu.
Pewarta: Aiz Luthfi
Editor: Fathoni Ahmad