Jakarta, NU Online
Belakangan ini publik dihebohkan dengan kabar terkait kasus inses atau hubungan sedarah. Belum lama, kasus hubungan ayah dan anak kandung ditemukan di Purwokerto, Jawa Tengah. Kejadian tersebut bahkan telah berlangsung selama bertahun-tahun, sejak 2013 dan melahirkan 7 bayi. Mirisnya lagi, 7 bayi tersebut dikubur hidup-hidup oleh pelaku.
Kabar soal fenomena ini menyita perhatian publik. Psikolog dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Rakimin turut menyoroti hal tersebut. Inses yang berarti hubungan seksual atau perkawinan antara dua orang yang bersaudara kandung ini tergolong ke dalam bentuk kekerasan seksual.
Baca Juga
Muslimat NU Kampanye Anti-Inses
"Inses merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual dalam kehidupan rumah tangga," kata Rakimin kepada NU Online, Senin (3/7/2023).
Menurutnya, inses adalah hubungan seksual pada pasangan yang memiliki hubungan darah yang dalam kehidupan modern masyarakat pada umumnya masih menganggap sebagai hal yang tabu.
Dosen Psikologi Islam Unusia tersebut memaparkan, faktor penyebab inses tidak berdiri sendiri atau tunggal, melainkan akumulasi berbagai permasalahan psikologis, sosial, sikap mental, moralitas, dan budaya patriarki pelaku.
Kejadian inses yang berulang, sambung dia, terjadi karena korban tidak bersedia melaporkan segera kejadian dengan berbagai alasan, sehingga dampak psikologis, sosial, maupun fisik semakin berat bagi korban.
"Penelitian menunjukkan, korban inses mengalami trauma dan membutuhkan pendampingan orang sangat dekat dan dipercaya untuk mengungkap kejadian yang dialami," ungkap Rakimin.
Kasus inses dapat menimbulkan dampak traumatis. Hal ini erat kaitannya dengan perasaan tidak nyaman, tidak aman, dan ketakutan yang dialami korban. Dalam penanganan kasus ini, korban membutuhkan pemulihan psikologis.
Pemulihan psikologis dilakukan melalui pendampingan mulai dari awal penanganan kasus sampai penuntasan kasus agar mental para korban pulih dan siap untuk kembali ke lingkungan masyarakat.
"Kondisi korban inses selanjutnya memerlukan dampingan dari pihak yang mampu memberi motivasi dan dukungan moral agar dapat bangkit lagi menjalani kehidupan sosialnya," papar Rakimin.
Mendapati kejadian inses di Indonesia belakangan ini, Rakimin menilai penanganan kekerasan seksual tersebut perlu adanya sinergi antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
"Aktivis sosial dan peran serta masyarakat untuk tidak memandang rendah korban kasus inses. Masyarakat juga diharapkan berani melaporkan kejahatan seksual, khususnya generasi muda diharapkan lebih aktif menyuarakan untuk menghentikan kejahatan seksual," tutupnya.
Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Fathoni Ahmad