Nasional

Masyarakat Sipil Kirim Surat ke Dewan GTK, Tolak Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Kamis, 30 Oktober 2025 | 20:30 WIB

Masyarakat Sipil Kirim Surat ke Dewan GTK, Tolak Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS) usai menyerahkan surat keberatan atas wacana pemberian gelar pahlawan kepada mantan presiden Soeharto di depan Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis (30/10/2025) (Foto: NU Online/Fathur)

Jakarta, NU Online

Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS) mendatangi Kementerian Sekretariat Negara, pada Kamis (30/10/2025). Mereka menyerahkan surat desakan terbuka kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Kehormatan (GTK) agar membatalkan rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden Ke-2 Soeharto.


Surat tersebut ditandatangani oleh 184 organisasi dan 272 individu, termasuk keluarga korban pelanggaran HAM.


Aktivis dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Virdinda La Ode Achmad menegaskan, pengusulan gelar pahlawan untuk Soeharto merupakan langkah yang melukai keadilan dan memutar balik sejarah reformasi.


“Pengusulan gelar pahlawan terhadap Soeharto sangat problematik. Ia memimpin dengan tangan besi selama 32 tahun, meninggalkan jejak pelanggaran HAM berat, korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pemberian gelar ini jelas mencederai amanah reformasi,” tegas Virdinda di depan Gedung Kementerian Sekretariat Negara.


Virdinda mengungkapkan langkah Kementerian Sosial yang meneruskan nama Soeharto sebagai calon penerima gelar pahlawan kepada Ketua Dewan GTK Fadli Zon menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah terhadap nilai-nilai reformasi dan kemanusiaan.


Ia menyebut, kriteria dasar dalam pemberian gelar pahlawan seharusnya mencerminkan keteladanan dan penghormatan terhadap nilai kemanusiaan, sesuatu yang menurutnya tidak dimiliki oleh Soeharto.


“Jika mengacu pada syarat keteladanan dan penghormatan terhadap kemanusiaan, Soeharto jelas tidak memenuhi kriteria itu. Ia terlibat dalam banyak pelanggaran HAM dan praktik korupsi yang sistematis,” ujarnya.


Virdinda juga menyinggung lemahnya penegakan agenda reformasi pasca-Orde Baru, termasuk mundurnya independensi KPK dan masih kuatnya praktik KKN di berbagai sektor pemerintahan.


“Reformasi terbukti gagal ditegakkan. Salah satu tuntutan utamanya adalah pemberantasan KKN, tetapi hingga kini banyak kasus yang melibatkan kroni Soeharto tidak pernah diusut tuntas,” katanya.


Ia menambahkan bahwa pemberian gelar pahlawan kepada sosok yang dinilai bertanggung jawab atas praktik korupsi dan pelanggaran HAM akan memperdalam luka korban dan keluarga korban.


Meski surat keberatan yang mereka serahkan baru ditanggapi secara formal oleh pihak Dewan GTK, GEMAS menyatakan akan terus mengawal isu ini, bahkan mempertimbangkan langkah hukum jika pemerintah tetap melanjutkan proses pemberian gelar tersebut.


“Kalau pemerintah tetap bersikeras, kami akan menempuh jalur advokasi litigasi. Karena memberikan gelar pahlawan kepada pelaku pelanggaran HAM dan KKN adalah pengkhianatan terhadap amanah reformasi,” tegas Virdinda.


Ia menambahkan, aksi kali ini bukanlah yang pertama. Sejak 2015, berbagai kelompok masyarakat sipil telah berulang kali menyampaikan penolakan yang sama, bahkan petisi daring yang menolak gelar pahlawan untuk Soeharto telah ditandatangani oleh lebih dari 10 ribu orang.


Aksi ini diikuti berbagai macam Lembaga Swadaya Masyarakat antara lain KontraS, Indonesia Corupption Watch (ICW), LBH Jakarta dan lain lain.